Pages

Tampilkan postingan dengan label resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label resensi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Mei 2009

Jagalah Gerbang Hatimu !

Jagalah Gerbang Hatimu !

Judul : Jangan Shalat bersama Setan
Penulis : Syaikh Mu’min Fathi Al Haddad
Penerbit : Aqwam, Solo
Cetakan : I, Juni 2007
Tebal : 192 hlm
Peresensi: Silvia Carolina (Sastra Inggris, Fak.Sastra)

Shalat adalah ibadah teristimewa setiap muslim kepada Allah Swt, sebab di saat-saat inilah seorang hamba bisa berduaan dengan Allah azza wa jalla. Dalam sebuah hadits bahkan disebutkan bahwa Allah senantiasa menghadapkan wajah-Nya ke wajah hamba-Nya yang sedang shalat. Rasulullah berpesan bahwa ketika shalat, shalatlah seolah-olah kita melihat Allah; jika kita tidak dapat seolah-olah melihat-Nya, sesungguhnya Dia selalu melihat kita.
Allah pun memperingatkan kita, dalam surat Al-mu’minun tentang betapa pentingnya kekhusyu’an shalat itu: “Sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. (Q.S. Al-mu’minun : 1-2). Namun, tidak dapat kita pungkiri bahwa yang demikian itu begitu sulit untuk dicapai. Ada banyak hal yang membuat pikiran dan hati kita sukar untuk menyatu dengan jiwa shalat, dan tidak bisa menghadirkan Allah di benak kita.
Buku “Jangan Shalat bersama Setan” akan sangat berguna bagi kita yang ingin mengetahui seluk-beluk datangnya gangguan itu dan langkah-langkah untuk menghindarinya, serta aspek-aspek yang berkaitan dengan shalat yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya.


Hal pertama yang dikupas dengan tuntas dalam buku ini adalah janji iblis kepada Allah untuk menyeret manusia ke jurang kesesatan. Penulis mengemukakan bahwa diskotek dan niteclub bukanlah tempat yang paling digemari oleh setan, sebab kemaksiatan akan selalu terjadi di sana. Yang paling ditekuni oleh setan adalah mengacaukan pikiran orang yang sedang berusaha untuk “lurus”, sebab keberhasilan membengkokkan yang lurus itu, bagi setan adalah suatu kemenangan besar. Oleh karena itu, perjuangan favorit setan adalah mengganggu shalat kita.
Dalam bab awal, penulis memaparkan ada 5 tingkatan dalam shalat. (1) Orang yang lalai dan zalim terhadap dirinya, tidak melakukan wudlu dengan baik, tidak menjalankan sesuai dengan batas-batas dan rukun-rukun shalat, akan mendapatkan hukuman dari Allah; (2) Orang yang menjaga waktu shalat, batas-batas, dan rukun-rukun shalat yang zhair, dan menjaga wudlunya, namum lalai dalam bermunajah melawan bisikan dan pikiran yang menggapai jiwanya, akan dihisab oleh Allah; (3) Orang yang shalat sekaligus berjihad: sanggung menjaga batas dan rukun shalat, juga berupaya mengusir bisikan dan pikiran yang menggoda dirinya sehingga ia sibuk dengan perjuangan melawan setan agar tidak mencuri shalatnya, akan dihapuskan dosanya (4) Orang yang memenuhi hak dan kewajban shalat, rukun-rukun, dan batasnya. Dia larut dalam shalatnya, sehingga amalannya tidak terbuang percuma. Dalam tingkatan ini, mereka mendapatkan pahala; Tingkatan tertinggi shalat seseorang adalah (5) orang yang mendirikan shalat dengan menghadirkan hatinya di hadapan Allah. Mereka dijanjikan oleh Allah akan selalu didekatkan dengan-Nya.
Di bab selanjutnya, penulis mengingatkan pembaca bahwa perlindungan sejati kita adalah Allah Swt. Disebutkan pula bahwa membaca surat Al-Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq di pagi, siang, dan sore adalah amalan yang perlu kita biasakan untuk berlindung pada Allah dari segala macam gangguan.
Gangguan setan memang begitu dahsyat, karena, sebagaimana yang Allah kabarkan bahwa iblis memang bertekad demikian. Bentuk-bentuk tipu daya setan antara lain: menjerumuskan manusia dalam dosa, menanamkan rasa takut dalam hati orang beriman, memanipulasi akal manusia, menjadikan manusia cinta dunia. Penulis juga memberikan gambaran seperti apa skenario iblis untuk menguasai hati manusia. Setan akan menyeret manusia melalui gerbang hati. Gerbang hati itu adalah: mata, telinga, lidah, mulut, tangan, dan kaki. Di keenam titik itulah iblis terkonsentrasi.
Namun, penulis pun memaparkan beberapa cara cerdas mengendalikan pikiran: Dalam Al-Qur’an diajarkan: (1) Setan itu tersembunyi. Mereka akan lari karena adanya dzikir kepada Allah; (2)Tipu daya setan itu lemah, maka manusia harus beristi’adzah; (3)Jangan takut pada setan, takutlah pada Allah, karena itu adalah tanda orang beriman; (4)Berpegang teguhlah pada tali Allah, yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.
Mulai dari judul saja, buku ini telah menarik banyak pembaca. Tidak hanya buku ini menarik, tapi “Jangan Shalat bersama Setan” juga adalah buku yang sangat penting untuk dibaca. Dengan membaca buku ini, kita akan mengetahui langkah-langkah yang harus kita persiapkan dan lakukan untuk memproteksi diri kita dari jeratan setan, terutama dalam shalat. Sebab, kedekatan pada Allah yang paling agung adalah shalat yang benar dan terbebas dari bisikan.
Bagi pembaca yang lebih suka menerima tips-tips praktis, mungkin buku ini tidak dapat memenuhinya. Keistimewaan buku ini adalah kelengkapan dalil, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, yang selalu ada dan lengkap pada tiap pembahasan, baik sub-bab maupun penjelasan tiap poinnya. Selain itu, penulis juga melengkapi pemaparannya dengan pendapat dan pengalaman para ulama besar seperti Imam Syafii, Hanafi, dll mengenai mengendalikan hati dan pikiran dalam shalat.
Shalat adalah tiang agama. Ketika shalat runtuh, maka agama pun hancur. Saat ini, keadaan kaum muslimin pun masih terpecah-belah baik karena ego pribadi dan ketidakpahaman, juga karena konspirasi musuh Islam. Perjuangan menuju kemuliaan kembali dengan penerapan Islam dalam peradaban manusia, diperlukan kegigihan dan pertolongan Allah Swt. Oleh karena itu, kedekatan dengan Allah adalah juga yang harus dikejar oleh umat muslim yang saat ini masih terjebak dalam ide-ide yang ingin menghancurkan Islam. Shalat adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Namun, shalat pun hanya akan menjadi sebatas gerak, apabila hati dan pikiran kita tidak menyatu dengannya demi menghadap Allah Swt. Selamat membaca, dan terbebas dari bisikan setan!

Ps: telah dipublikasikan di Komunikasi UM
Thx mbk silv....

BINGKISAN INDAH DARI TANAH AFGAN

BINGKISAN INDAH DARI TANAH AFGAN

Judul : Dari Taliban menuju Iman
Penulis : Anton Kurnia
Penerbit : Mizan
Cetakan : II, Juni 2007
Tebal : 192 hlm
Peresensi: Silvia Carolina (Sastra Inggris, Fak.Sastra)

“Aku telah bergabung dengan apa yang kuanggap sebagai keluarga terbesar dan terbaik di dunia. Ketika kami bersatu, kami pasti tak terkalahkan.”
Adakah anda mengira bahwa yang menyerukan kobaran semangat itu adalah seorang yang memang muslim selama berpuluhan tahun? Ataukah seorang pejuang Islam yang telah lama berkutat dengan perang berdarah-darah di Palestina atau Afganistan? Jika demikian, tebakan anda salah. Tak ada yang akan pernah mengira bahwa kalimat yang begitu indah itu adalah percikan api kebangkitan seorang wartawati Inggris yang baru saja berhijrah menuju Islam.
Yvonne Ridley, nama wanita itu. Baru empat tahun yang lalu (2003) hatinya membiarkan Islam merasuki jiwa dan hidupnya, yang sebelumnya dipenuhi oleh kepentingan dan impian duniawi semata serta kebejatan minuman keras.
Cerita seorang non-muslim yang memutuskan untuk masuk Islam mungkin telah dianggap biasa. Tapi tidak kali ini. Keislaman Yvonne, wanita dengan seorang putri ini, sungguh menjadi sorotan dunia. Bagaimana tidak! Ketertarikannya kepada Islam malah dimulai semenjak dirinya tengah disandera oleh Taliban di Afganistan.


Ya. Yvonne, yang kala itu sedang bertugas untuk meliput keadaan rakyat Afganistan yang sedang menunggu invasi AS, disandera oleh prajurit Taliban karena dicurigai sebagai mata-mata musuh. Sepuluh hari Yvonne terkungkung dalam ketidakpastian pengharapan apakah dia dapat kembali memeluk putrinya, Daisy. Sepuluh hari tersekap dan hanya berharap cemas agar dentuman peluru dan misil itu tidak mengenai tempat di mana dia berada. Tapi, sepuluh hari itu adalah di mana Allah memberikan pintu hidayah kepadanya. Hari-hari yang dipenuhi dengan kegelapan itulah di mana Allah mengantarkannya pada sinar yang begitu terang benderang menyilaukan, yaitu cahaya Islam.
Buku bertajuk “Dari Taliban Menuju Iman” ini benar-benar memukau para pembaca, mulai dari judul dengan background sampul depan yang sangat representatif, hingga kisah nyata yang dikemas dengan apik. Penulis memaparkan secara lengkap kehidupan dan gerak wartawati Inggris ini baik sebelum dan sesudah “petualangan” yang kini mengubah total kehidupannya. Bahkan buku ini menceritakan pada kita kesulitan-kesulitan yang harus dilewatinya selama bertualang mencari berita di Afganistan hingga akhirnya dia ditangkap.
Buku ini tidak hanya membeberkan cerita, tapi juga memperlihatkan kepada kita bagaimana pemikiran-pemikiran skeptis seorang wanita non-muslim terhadap Islam berubah sedikit demi sedikit. Banyak hal yang dia lihat yang membuatnya terpukau. Seperti ketika dia berada dalam kampung Muslim, seorang wanita Afgan berkata, “Kami mendengar tentang apa yang terjadi di New York dan kami merasa sedih karena amat banyak orang tak bersalah tewas. Aku berharap orang-orang Amerika berpikir dua kali sebelum membom kami, tapi apa pun yang terjadi kami tidak takut.” Keluarga perempuan itu yang mengajak Yvonne makan, dia merasa terharu. Mereka hanya punya sedikit makanan, tapi mereka ingin membagi yang sedikit itu.
Dalam sebuah wawancara dia menceritakan ketika dia disekap, “Aku diberi sebuah radio untuk mendengarkan siaran BBC dan ditanyai apakah ada hal lain yang kubutuhkan. Hamid mengatakan semua orang sangat cemas karena aku tak mau makan dan bertanya apakah ada yang salah dengan makanannya atau apakah aku memiliki diet khusus atau barangkali aku lebih menyukai makanan hotel. Mereka menganggapku sebagai tamu mereka dan mereka akan sedih bila aku sedih. Aku tak memercayai hal ini. Taliban sedang mencoba membunuhku dengan kebaikan mereka... Aku bertaruh bahwa orang-orang berpikir aku disiksa, dipukul, dan mengalami perundungan seksual. Padahal, aku diperlakukan dengan baik dan penuh hormat. Ini tak bisa dipercaya...”
Jelas, keistimewaan buku ini adalah menyajikan pada kita bagaimana pada akhirnya keyakinan seorang wartawati yang tangguh ini memenuhi panggilan Allah dan Muhammad Rasulullah untuk memeluk Islam. Yvonne merasa saat-saat yang dilaluinya dalam sekapan Taliban adalah awal tumbuhnya benih-benih perubahan besar dalam hidupnya. Pandangan-pandangan Yvonne tentang Islam, terutama yang berkaitan dengan pandangan Islam terhadap perempuan mulai berubah setelah dia ditahan Taliban.
Begitu dia bebas dan kembali ke Inggris, wanita yang berlatarbelakang keluarga Kristen protestan taat ini, mempelajari Al-Quran untuk mencoba lebih memahami pengalamannya bersama Taliban. “Aku terpukau oleh apa yang kubaca─ tak satu titik atau sebuah garis pun yang berubah selama 1400 tahun... Menurutku kata-kata dalam Al-Quran amat menakjubkan dan masih relevan di zaman sekarang.”
Yvone yang dulunya adalah seorang aktivis feminis berasumsi bahwa mungkin dia akan menemukan perintah-perintah dalam Al-Qur’an yang menyudutkan perempuan. Tapi dia terkejut karena tak satu pun ayat yang demikian. Malah sebaliknya, dia menemukan ajaran-ajaran luhur bahwa sesungguhnya kaum perempuan memiliki derajat yang tinggi dalam rumah tangga. Dia semakin tertarik pada Islam dan terus mencoba memahami dengan bertanya pada sejumlah aktivis Islam dan kepada ulama di Inggris.
Dua tahun setelah dibebaskan dari Afganistan, pada musim panas 2003, Yvone dengan bulat hati menyatakan diri masuk Islam. Dia pun memutuskan mengenakan hijab dalam kesehariannya. Dia mengatakan busana muslimah justru menguatkannya, “Betapa terbebaskan rasanya karena kita diinilai berdasarkan isi otak kita dan bukan dari ukuran payudara dan panjang kaki kita.” Dia mengeluarkan tulisan yang berjudul “How I Came to Love the Veil” (2006) yang ingin membuat masyarakat mengerti bahwa sesungguhnya perempuan justru dilindungi dan dihormati. Yang paling mengesankan Yvonne lebih dari apapun adalah persaudaraan di antara sesama perempuan Muslim yang begitu erat dan menjadikannya bahagia.
Setelah pengalaman di Masjidil Haram, Yvonne mulai paham bahwa Allah mengajarkan shalat berjamaah sebagai suatu simbol agar umat tak mudah terpecah-belah. Tidak seperti saat ini, ketika umat terpecah belah, Islam pun diinjak-injak dengan semena-mena.
Dia bahkan mengerti bahwa Islam tidak hanya memerintahkannya untuk shalat semata, tapi mualaf ini pun mengerti tentang pentingnya untuk ikut masuk ke dalam garis perjuangan Islam, terutama dengan tulisan-tulisannya yang selalu tajam dan berani menyajikan fakta dan membela Islam. Yvonne juga bersikap kritis terhadap pemimpin negara muslim yang bersikap lemah dan lebih suka tunduk pada keinginan negara adidaya. Dalam tulisannya Yvonne menyebut Bush dan Blair sebagai “The Twins of Evil”. Dia juga menguak kepada masyarakat fakta-fakta jahat militer AS di Teluk Guantanamo (Kuba) dan Abu Ghaib (Irak). Yvonne menyindir Amerika dengan sebuah kalimat pedas, “Syukurlah aku dulu di tahan oleh rezim yang dianggap paling brutal sedunia bukan oleh militer Amerika!”
Sungguh, membaca buku “Dari Taliban Menuju Iman” akan memberikan kesempatan kepada kita untuk merefleksikan apa yang telah terjadi pada diri Yvonne dengan diri kita sendiri. Kita bisa saja tercengang dengan keberaniannya berada di garis perjuangan Islam, padahal baru 4 tahun sejak dia menjadi seorang mualaf. Tapi, kita mungkin akan bertanya, apakah yang telah kita lakukan sebagai seorang Muslim untuk membela agama Allah ini, setelah berpuluhan tahun memeluk Islam? Sudahkah, dengan kemampuan terbaik yang kita punya? Sudahkah?

Ps: Thx mbk silv...bwt resensinya..