Pages

Kamis, 14 Mei 2009

PENGEMBANGAN MEDIA BERBASIS KOMPUTER

Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama pengajaran dengan bantuan komputer (Computer-assisted Instruction-CAI, atau Computer-assisted Learning-CAL). Dilihat dari situasi belajar dimana komputer digunakan untuk tujuan menyajikan isi pelajaran, CAI bisa berbentuk tutorial, drills and practice, simulasi, dan permainan.
a. Tutorial
Program pengajaran tutorial dengan bantuan komputer meniru sistem tutor yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Informasi atau pesan berupa suatu konsep disajikan di layar komputer dengan teks, gambar, atau grafik. Pada saat yang tepat, siswa diperkirakan telah membaca, menginterpretasi, dan menyerap konsep itu, suatu pertanyaan atau soal diajukan.


Jika jawaban siswa benar, komputer akan melanjutkan penyajian informasi atau konsep berikutnya. Jika jawaban salah, komputer dapat kembali ke informasi konsep sebelumnya atau pindah ke salah satu dari beberapa penyajian informasi konsep remedial. Perpindahan ke salah satu konsep remedial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat oleh siswa.

b. Drills and Practice (Latihan)
Latihan untuk mempermahir keterampilan atau memperkuat penguasaan konsep dapat dilakukan dengan modus drills and practice. Komputer menyiapkan serangkaian soal atau pertanyaan yang serupa dengan yang biasa ditemukan dalam buku/lembaran kerja workbook. Satu soal diajukan, dan jawaban yang diberikan oleh siswa dinilai/dianalisis dan balikan disajikan sebelum soal berikutnya ditampilkan. Sebagian besar program drills and practice merekam hasil jawaban siswa yang kemudian dapat dilaporkan atau ditunjukkan kepada siswa atau guru pada akhir kegiatan dan menjadi landasan untuk pengajaran selanjutnya.
c. Simulasi
Program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya siswa menggunakan komputer untuk mensimulasikan menerbangkan pesawat terbang, menjalankan usaha kecil, atau memanipulasi pengendalian pembangkit listrik tenaga nuklir. Program ini berusaha memberikan pengalaman masalah dunia nyata yang berhubungan dengan resiko seperti bangkrut, malapetaka nuklir, dan lain-lain.

d. Permainan Instruksional
Program permainan yang dirancang dengan baik dapat memotivasi siswa dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Permainan instruksional yang berhasil menggabungkan aksi-aksi permainan video dan keterampilan penggunaan papan ketik pada komputer. Siswa dapat menjadi terampil mengetik karena dalam permainan siswa dituntut untuk menginput data dengan mengetik jawaban atau perintah dengan benar.

e. Faktor Pendukung Keberhasilan CAI
Prinsip-prinsip perancangan CAI yang diharapkan bisa melahirkan program CAI yang efektif adalah:
• Belajar harus menyenangkan
Unsur-unsur yang harus diperhatikan agar belajar menjadi menyenangkan adalah:
1) Menantang, yaitu program permainan itu harus menyajikan tujuan yang hasilnya tidak menentu dengan cara menyiapkan beberapa tingkat kesulitan.
2) Fantasi, dimana kegiatan instruksional dalam permainan itu dapat menarik dan menyentuh secara emosional.
3) Ingin tahu, yaitu kegiatan instruksional harus dapat membangkitkan indera ingin tahu siswa dengan menggabungkan efek-efek audio visual serta musik dan grafik.


• Interaktivitas
Unsur-unsur yang harus diperhatikan untuk memenuhi keperluan interaktivitas adalah:
1) Dukungan komputer yang dinamis.
2) Dukungan sosial yang dinamis.
3) Aktif dan interaktif.
4) Keluasan.
5) Power.
• Kesempatan berlatih harus memotivasi, cocok, dan tersedia feedback.
Latihan-latihan tersebut harus memperhatikan beberapa faktor seperti:
1) Tugas-tugas latihan harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
2) Kesempatan latihan dengan bantuan komputer harus mempersiapkan umpan balik yang dapat dipahami.
3) Memberi latihan tingkatan yang lebih tinggi.
4) Lingkungan latihan dan praktek harus memotivasi.
• Menuntun dan melatih siswa dengan lingkungan informal
Dalam permainan instruksional, siswa akan bermain melawan teman sejawat atau komputer dengan cara bergantian memainkan program komputer. Program permainan instruksional menganalisis tingkat keterampilan dan kelemahan siswa dengan merekam langkah-langkah yang benar dan salah selama bermain.

PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS KOMPUTER

Komputer berperan sebagai manajer dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer-managed Instruction (CMI). Ada pula peran komputer sebagai pembantu tambahan dalam belajar, pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pelajaran, latihan, atau kedua-duanya. Modus ini dikenal sebagai Computer-assisted instruction (CAI). CAI mendukung pengajaran dan pelatihan akan tetapi ia bukanlah panyampai utama materi pelajaran.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran secara umum mengikuti proses instruksional sebagai berikut:
• Merencanakan, mengatur dan mengorganisasikan, dan menjadwalkan pengajaran.
• Mengevaluasi siswa (tes).



• Mengumpulkan data mengenai siswa.
• Melakukan analisis statistik mengenai data pembelajaran.
• Membuat catatan perkembangan pembelajaran (kelompok atau perseorangan).

Format penyajian pesan dan informasi dalam CAI terdiri atas tutorial terprogram, tutorial intelijen, drill and practice, dan simulasi.
• Tutorial Terprogram
Tutorial terprogram adalah seperangkat tayangan baik statis maupun dinamis yang telah lebih dulu diprogramkan. Secara berurut, seperangkat kecil informasi ditayangkan yang diikuti dengan pertanyaan. Jawaban siswa dianalisis oleh komputer (dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah diprogram oleh guru/perancang), dan berdasarkan hasil analisis itu umpan balik yang sesuai.
• Tutorial Intelijen
Tutorial intelijen berbeda dari tutorial terprogram karena jawaban komputer terhadap pertanyaan siswa dihasilkan oleh intelejensia artifisial, bukan jawaban-jawaban yang terprogram yang terlebih dahulu disiapkan oleh perancang pelajaran. Dengan demikian, ada dialog dari waktu ke waktu antara siswa dan komputer. Baik siswa maupun komputer dapat bertanya atau memberi jawaban.
• Drill and Practice
Drill and practice digunakan dengan asumsi bahwa suatu konsep, aturan atau kaidah, atau prosedur telah diajarkan kepada siswa. Program ini menuntun siswa dengan serangkaian contoh untuk meningkatkan kemahiran menggunakan keterampilan. Hal terpenting adalah memberikan penguatan secara konstan terhadap jawaban yang benar. Komputer dengan sabar memberi latihan sampai suatu konsep benar-benar dikuasai sebelum pindah kepada konsep yang lainnya. Ini merupakan salah satu kegiatan yang amat efektif apabila pembelajaran itu memerlukan pengulangan untuk mengembangkan keterampilan atau mengingat dan menghafal fakta atau informasi.
• Simulasi
Simulasi pada komputer memberikan kesempatan untuk belajar secara dinamis, interaktif, dan perorangan. Dengan simulasi, lingkungan pekerjaan yang kompleks dapat ditata hingga menyerupai dunia nyata. Untuk mensimulasikan suatu situasi, komputer harus menanggapi tindakan siswa seperti halnya yang terjadi dalam situasi kehidupan sesungguhnya. Model dasar merupakan faktor kedua yang turut mempengaruhi keberhasilan simulasi. Model adalah formula matematis atau aturan “jika-maka” yang mencerminkan hubungan sebab dan akibat dalam pengalaman hidup nyata. Lapisan pengajaran adalah taktik dan strategi pengajaran yang digunakan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan motivasi.

Disamping prinsip-prinsip media berbasis cetak, prinsip rancangan layar perlu mendapat perhatian untuk pengembangan media berbasis komputer. Berikut adalah beberapa petunjuk untuk perwajahan teks media berbasis komputer.
a. Layar/monitor komputer bukanlah halaman, tetapi penayangan yang dinamis yang bergerak berubah dengan perlahan-lahan.
b. Layar tidak boleh terlalu padat, bagi ke dalam beberapa tayangan, atau mulailah dengan sederhana dan pelan-pelan, dan tambahkan hingga mencapai tahapan kompleksitas yang diinginkan.
c. Pilihlah jenis huruf normal, tak berhias, gunakan huruf kapital dan huruf kecil, tidak menggunakan huruf kapital semua.
d. Gunakan antara tujuh sampai sepuluh kata per baris karena lebih mudah membaca kalimat pendek daripada kalimat panjang.
e. Tidak memenggal kata pada akhir baris, tidak memulai paragraf pada baris terakhir, tidak memulai paragraf pada baris terakhir dalam satu layar tayangan, tidak mengakhiri paragraf pada baris pertama layar tayangan, meluruskan baris kalimat pada sebelah kiri, namun di sebelah kanan lebih baik tidak lurus karena lebih mudah membacanya.
f. Jarak dua spasi disarankan untk tingkat keterbacaan yang lebih baik.
g. Pilih karakter huruf tertentu untuk judul dan kata-kata kunci.
h. Teks diberi kotak apabila teks itu berada bersama-sama dengan grafik atau representasi visual lainnya pada layar tayangan yang sama.
i. Konsisten dengan gaya dan format yang dipilih.

Konsep interaktif dalam pengajaran paling erat kaitannya dengan media berbasis komputer. Interaksi dalam lingkungan pengajaran berbasis komputer pada umumnya mengikuti tiga unsure, yaitu:
• Urut-urutan instruksional yang dapat disesuaikan
• Jawaban/respons atau pekerjaan siswa
• Umpan balik yang dapat disesuaikan
Untuk melibatkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi, tugas-tugas yang disajikan melalui media ini harus mampu memperkenankan dan memperhitungkan jawaban benar yang lebih dari satu, kreativitas dan perbedaan pemecahan yang disebabkan oleh pengetahuan awal siswa yang yang tidak homogen.
Untuk meningkatkan kemampuan interaksi media berbasis komputer, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah:
• Menggunakan rancangan yang berpusat pada masalah, studi kasus, atau simulasi.
• Membuat penyajian instruksional singkat.
• Memberi kesempatan untuk berinteraksi.
• Mempertimbangkan desain eksplorasi aktif informasi dalam lingkungan elektronis.
• Membolehkan siswa berhubungan dengan pemakai komputer lain melalui model atau papan informasi elektronik.
• Tidak memaksakan interaksi.

Jagalah Gerbang Hatimu !

Jagalah Gerbang Hatimu !

Judul : Jangan Shalat bersama Setan
Penulis : Syaikh Mu’min Fathi Al Haddad
Penerbit : Aqwam, Solo
Cetakan : I, Juni 2007
Tebal : 192 hlm
Peresensi: Silvia Carolina (Sastra Inggris, Fak.Sastra)

Shalat adalah ibadah teristimewa setiap muslim kepada Allah Swt, sebab di saat-saat inilah seorang hamba bisa berduaan dengan Allah azza wa jalla. Dalam sebuah hadits bahkan disebutkan bahwa Allah senantiasa menghadapkan wajah-Nya ke wajah hamba-Nya yang sedang shalat. Rasulullah berpesan bahwa ketika shalat, shalatlah seolah-olah kita melihat Allah; jika kita tidak dapat seolah-olah melihat-Nya, sesungguhnya Dia selalu melihat kita.
Allah pun memperingatkan kita, dalam surat Al-mu’minun tentang betapa pentingnya kekhusyu’an shalat itu: “Sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. (Q.S. Al-mu’minun : 1-2). Namun, tidak dapat kita pungkiri bahwa yang demikian itu begitu sulit untuk dicapai. Ada banyak hal yang membuat pikiran dan hati kita sukar untuk menyatu dengan jiwa shalat, dan tidak bisa menghadirkan Allah di benak kita.
Buku “Jangan Shalat bersama Setan” akan sangat berguna bagi kita yang ingin mengetahui seluk-beluk datangnya gangguan itu dan langkah-langkah untuk menghindarinya, serta aspek-aspek yang berkaitan dengan shalat yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya.


Hal pertama yang dikupas dengan tuntas dalam buku ini adalah janji iblis kepada Allah untuk menyeret manusia ke jurang kesesatan. Penulis mengemukakan bahwa diskotek dan niteclub bukanlah tempat yang paling digemari oleh setan, sebab kemaksiatan akan selalu terjadi di sana. Yang paling ditekuni oleh setan adalah mengacaukan pikiran orang yang sedang berusaha untuk “lurus”, sebab keberhasilan membengkokkan yang lurus itu, bagi setan adalah suatu kemenangan besar. Oleh karena itu, perjuangan favorit setan adalah mengganggu shalat kita.
Dalam bab awal, penulis memaparkan ada 5 tingkatan dalam shalat. (1) Orang yang lalai dan zalim terhadap dirinya, tidak melakukan wudlu dengan baik, tidak menjalankan sesuai dengan batas-batas dan rukun-rukun shalat, akan mendapatkan hukuman dari Allah; (2) Orang yang menjaga waktu shalat, batas-batas, dan rukun-rukun shalat yang zhair, dan menjaga wudlunya, namum lalai dalam bermunajah melawan bisikan dan pikiran yang menggapai jiwanya, akan dihisab oleh Allah; (3) Orang yang shalat sekaligus berjihad: sanggung menjaga batas dan rukun shalat, juga berupaya mengusir bisikan dan pikiran yang menggoda dirinya sehingga ia sibuk dengan perjuangan melawan setan agar tidak mencuri shalatnya, akan dihapuskan dosanya (4) Orang yang memenuhi hak dan kewajban shalat, rukun-rukun, dan batasnya. Dia larut dalam shalatnya, sehingga amalannya tidak terbuang percuma. Dalam tingkatan ini, mereka mendapatkan pahala; Tingkatan tertinggi shalat seseorang adalah (5) orang yang mendirikan shalat dengan menghadirkan hatinya di hadapan Allah. Mereka dijanjikan oleh Allah akan selalu didekatkan dengan-Nya.
Di bab selanjutnya, penulis mengingatkan pembaca bahwa perlindungan sejati kita adalah Allah Swt. Disebutkan pula bahwa membaca surat Al-Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq di pagi, siang, dan sore adalah amalan yang perlu kita biasakan untuk berlindung pada Allah dari segala macam gangguan.
Gangguan setan memang begitu dahsyat, karena, sebagaimana yang Allah kabarkan bahwa iblis memang bertekad demikian. Bentuk-bentuk tipu daya setan antara lain: menjerumuskan manusia dalam dosa, menanamkan rasa takut dalam hati orang beriman, memanipulasi akal manusia, menjadikan manusia cinta dunia. Penulis juga memberikan gambaran seperti apa skenario iblis untuk menguasai hati manusia. Setan akan menyeret manusia melalui gerbang hati. Gerbang hati itu adalah: mata, telinga, lidah, mulut, tangan, dan kaki. Di keenam titik itulah iblis terkonsentrasi.
Namun, penulis pun memaparkan beberapa cara cerdas mengendalikan pikiran: Dalam Al-Qur’an diajarkan: (1) Setan itu tersembunyi. Mereka akan lari karena adanya dzikir kepada Allah; (2)Tipu daya setan itu lemah, maka manusia harus beristi’adzah; (3)Jangan takut pada setan, takutlah pada Allah, karena itu adalah tanda orang beriman; (4)Berpegang teguhlah pada tali Allah, yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.
Mulai dari judul saja, buku ini telah menarik banyak pembaca. Tidak hanya buku ini menarik, tapi “Jangan Shalat bersama Setan” juga adalah buku yang sangat penting untuk dibaca. Dengan membaca buku ini, kita akan mengetahui langkah-langkah yang harus kita persiapkan dan lakukan untuk memproteksi diri kita dari jeratan setan, terutama dalam shalat. Sebab, kedekatan pada Allah yang paling agung adalah shalat yang benar dan terbebas dari bisikan.
Bagi pembaca yang lebih suka menerima tips-tips praktis, mungkin buku ini tidak dapat memenuhinya. Keistimewaan buku ini adalah kelengkapan dalil, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, yang selalu ada dan lengkap pada tiap pembahasan, baik sub-bab maupun penjelasan tiap poinnya. Selain itu, penulis juga melengkapi pemaparannya dengan pendapat dan pengalaman para ulama besar seperti Imam Syafii, Hanafi, dll mengenai mengendalikan hati dan pikiran dalam shalat.
Shalat adalah tiang agama. Ketika shalat runtuh, maka agama pun hancur. Saat ini, keadaan kaum muslimin pun masih terpecah-belah baik karena ego pribadi dan ketidakpahaman, juga karena konspirasi musuh Islam. Perjuangan menuju kemuliaan kembali dengan penerapan Islam dalam peradaban manusia, diperlukan kegigihan dan pertolongan Allah Swt. Oleh karena itu, kedekatan dengan Allah adalah juga yang harus dikejar oleh umat muslim yang saat ini masih terjebak dalam ide-ide yang ingin menghancurkan Islam. Shalat adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Namun, shalat pun hanya akan menjadi sebatas gerak, apabila hati dan pikiran kita tidak menyatu dengannya demi menghadap Allah Swt. Selamat membaca, dan terbebas dari bisikan setan!

Ps: telah dipublikasikan di Komunikasi UM
Thx mbk silv....

BINGKISAN INDAH DARI TANAH AFGAN

BINGKISAN INDAH DARI TANAH AFGAN

Judul : Dari Taliban menuju Iman
Penulis : Anton Kurnia
Penerbit : Mizan
Cetakan : II, Juni 2007
Tebal : 192 hlm
Peresensi: Silvia Carolina (Sastra Inggris, Fak.Sastra)

“Aku telah bergabung dengan apa yang kuanggap sebagai keluarga terbesar dan terbaik di dunia. Ketika kami bersatu, kami pasti tak terkalahkan.”
Adakah anda mengira bahwa yang menyerukan kobaran semangat itu adalah seorang yang memang muslim selama berpuluhan tahun? Ataukah seorang pejuang Islam yang telah lama berkutat dengan perang berdarah-darah di Palestina atau Afganistan? Jika demikian, tebakan anda salah. Tak ada yang akan pernah mengira bahwa kalimat yang begitu indah itu adalah percikan api kebangkitan seorang wartawati Inggris yang baru saja berhijrah menuju Islam.
Yvonne Ridley, nama wanita itu. Baru empat tahun yang lalu (2003) hatinya membiarkan Islam merasuki jiwa dan hidupnya, yang sebelumnya dipenuhi oleh kepentingan dan impian duniawi semata serta kebejatan minuman keras.
Cerita seorang non-muslim yang memutuskan untuk masuk Islam mungkin telah dianggap biasa. Tapi tidak kali ini. Keislaman Yvonne, wanita dengan seorang putri ini, sungguh menjadi sorotan dunia. Bagaimana tidak! Ketertarikannya kepada Islam malah dimulai semenjak dirinya tengah disandera oleh Taliban di Afganistan.


Ya. Yvonne, yang kala itu sedang bertugas untuk meliput keadaan rakyat Afganistan yang sedang menunggu invasi AS, disandera oleh prajurit Taliban karena dicurigai sebagai mata-mata musuh. Sepuluh hari Yvonne terkungkung dalam ketidakpastian pengharapan apakah dia dapat kembali memeluk putrinya, Daisy. Sepuluh hari tersekap dan hanya berharap cemas agar dentuman peluru dan misil itu tidak mengenai tempat di mana dia berada. Tapi, sepuluh hari itu adalah di mana Allah memberikan pintu hidayah kepadanya. Hari-hari yang dipenuhi dengan kegelapan itulah di mana Allah mengantarkannya pada sinar yang begitu terang benderang menyilaukan, yaitu cahaya Islam.
Buku bertajuk “Dari Taliban Menuju Iman” ini benar-benar memukau para pembaca, mulai dari judul dengan background sampul depan yang sangat representatif, hingga kisah nyata yang dikemas dengan apik. Penulis memaparkan secara lengkap kehidupan dan gerak wartawati Inggris ini baik sebelum dan sesudah “petualangan” yang kini mengubah total kehidupannya. Bahkan buku ini menceritakan pada kita kesulitan-kesulitan yang harus dilewatinya selama bertualang mencari berita di Afganistan hingga akhirnya dia ditangkap.
Buku ini tidak hanya membeberkan cerita, tapi juga memperlihatkan kepada kita bagaimana pemikiran-pemikiran skeptis seorang wanita non-muslim terhadap Islam berubah sedikit demi sedikit. Banyak hal yang dia lihat yang membuatnya terpukau. Seperti ketika dia berada dalam kampung Muslim, seorang wanita Afgan berkata, “Kami mendengar tentang apa yang terjadi di New York dan kami merasa sedih karena amat banyak orang tak bersalah tewas. Aku berharap orang-orang Amerika berpikir dua kali sebelum membom kami, tapi apa pun yang terjadi kami tidak takut.” Keluarga perempuan itu yang mengajak Yvonne makan, dia merasa terharu. Mereka hanya punya sedikit makanan, tapi mereka ingin membagi yang sedikit itu.
Dalam sebuah wawancara dia menceritakan ketika dia disekap, “Aku diberi sebuah radio untuk mendengarkan siaran BBC dan ditanyai apakah ada hal lain yang kubutuhkan. Hamid mengatakan semua orang sangat cemas karena aku tak mau makan dan bertanya apakah ada yang salah dengan makanannya atau apakah aku memiliki diet khusus atau barangkali aku lebih menyukai makanan hotel. Mereka menganggapku sebagai tamu mereka dan mereka akan sedih bila aku sedih. Aku tak memercayai hal ini. Taliban sedang mencoba membunuhku dengan kebaikan mereka... Aku bertaruh bahwa orang-orang berpikir aku disiksa, dipukul, dan mengalami perundungan seksual. Padahal, aku diperlakukan dengan baik dan penuh hormat. Ini tak bisa dipercaya...”
Jelas, keistimewaan buku ini adalah menyajikan pada kita bagaimana pada akhirnya keyakinan seorang wartawati yang tangguh ini memenuhi panggilan Allah dan Muhammad Rasulullah untuk memeluk Islam. Yvonne merasa saat-saat yang dilaluinya dalam sekapan Taliban adalah awal tumbuhnya benih-benih perubahan besar dalam hidupnya. Pandangan-pandangan Yvonne tentang Islam, terutama yang berkaitan dengan pandangan Islam terhadap perempuan mulai berubah setelah dia ditahan Taliban.
Begitu dia bebas dan kembali ke Inggris, wanita yang berlatarbelakang keluarga Kristen protestan taat ini, mempelajari Al-Quran untuk mencoba lebih memahami pengalamannya bersama Taliban. “Aku terpukau oleh apa yang kubaca─ tak satu titik atau sebuah garis pun yang berubah selama 1400 tahun... Menurutku kata-kata dalam Al-Quran amat menakjubkan dan masih relevan di zaman sekarang.”
Yvone yang dulunya adalah seorang aktivis feminis berasumsi bahwa mungkin dia akan menemukan perintah-perintah dalam Al-Qur’an yang menyudutkan perempuan. Tapi dia terkejut karena tak satu pun ayat yang demikian. Malah sebaliknya, dia menemukan ajaran-ajaran luhur bahwa sesungguhnya kaum perempuan memiliki derajat yang tinggi dalam rumah tangga. Dia semakin tertarik pada Islam dan terus mencoba memahami dengan bertanya pada sejumlah aktivis Islam dan kepada ulama di Inggris.
Dua tahun setelah dibebaskan dari Afganistan, pada musim panas 2003, Yvone dengan bulat hati menyatakan diri masuk Islam. Dia pun memutuskan mengenakan hijab dalam kesehariannya. Dia mengatakan busana muslimah justru menguatkannya, “Betapa terbebaskan rasanya karena kita diinilai berdasarkan isi otak kita dan bukan dari ukuran payudara dan panjang kaki kita.” Dia mengeluarkan tulisan yang berjudul “How I Came to Love the Veil” (2006) yang ingin membuat masyarakat mengerti bahwa sesungguhnya perempuan justru dilindungi dan dihormati. Yang paling mengesankan Yvonne lebih dari apapun adalah persaudaraan di antara sesama perempuan Muslim yang begitu erat dan menjadikannya bahagia.
Setelah pengalaman di Masjidil Haram, Yvonne mulai paham bahwa Allah mengajarkan shalat berjamaah sebagai suatu simbol agar umat tak mudah terpecah-belah. Tidak seperti saat ini, ketika umat terpecah belah, Islam pun diinjak-injak dengan semena-mena.
Dia bahkan mengerti bahwa Islam tidak hanya memerintahkannya untuk shalat semata, tapi mualaf ini pun mengerti tentang pentingnya untuk ikut masuk ke dalam garis perjuangan Islam, terutama dengan tulisan-tulisannya yang selalu tajam dan berani menyajikan fakta dan membela Islam. Yvonne juga bersikap kritis terhadap pemimpin negara muslim yang bersikap lemah dan lebih suka tunduk pada keinginan negara adidaya. Dalam tulisannya Yvonne menyebut Bush dan Blair sebagai “The Twins of Evil”. Dia juga menguak kepada masyarakat fakta-fakta jahat militer AS di Teluk Guantanamo (Kuba) dan Abu Ghaib (Irak). Yvonne menyindir Amerika dengan sebuah kalimat pedas, “Syukurlah aku dulu di tahan oleh rezim yang dianggap paling brutal sedunia bukan oleh militer Amerika!”
Sungguh, membaca buku “Dari Taliban Menuju Iman” akan memberikan kesempatan kepada kita untuk merefleksikan apa yang telah terjadi pada diri Yvonne dengan diri kita sendiri. Kita bisa saja tercengang dengan keberaniannya berada di garis perjuangan Islam, padahal baru 4 tahun sejak dia menjadi seorang mualaf. Tapi, kita mungkin akan bertanya, apakah yang telah kita lakukan sebagai seorang Muslim untuk membela agama Allah ini, setelah berpuluhan tahun memeluk Islam? Sudahkah, dengan kemampuan terbaik yang kita punya? Sudahkah?

Ps: Thx mbk silv...bwt resensinya..

Kita Memang Berbeda, Cinta

Kita Memang Berbeda, Cinta

“Ayah, bunda lucu deh,” kata anak kami Faiz, pada suatu hari yang gerimis.
Sayang mengrutkan kening sambil tersenyum. “Lucu? Lucu apanya, Sayang?”
“Orangnya bertolak belakang! He he he...”
Saya tersentak sesaat. Faiz, anak kami yang waktu itu belum berusia 10 tahun dan suka menulis puisi, “membaca” kami sedemikian dalam.
Saya manggut-manggut, “Hmmm,. Lalu apanya yang salah?”
Dia mengerling menggoda. “Tidak ada. Ayah Bunda pasangan yang unik!”
Saya dekatkan wajah saya pada Faiz dan menyentuh hidungnya.
“Aku mencatat beberapa contoh. Bunda suka durian, ayah anti durian. Bunda periang, ayah pendiam. Bunda humoris, ayah sangat serius. Hmmm, apalagi ya? Ayah menganalisa, bunda sensitif. Ayah itu detail, bunda tidak. Ayah dan bunda memandang persoalan dengan cara berbeda. Menyelesaikan persoalan dengan berbeda pula!”
Saya bengong.
“Bunda romantis tapi ayah tidak. Kalau aku romantis!” katanya setengah berbisik lalu tertawa.



Saya tambah bengong! Tahu apa anak itu tentang romantisme?
Faiz terus nyerocos. Ia pun bercerita, tentang percakapan di sekolah dengan teman-temannya. Anak-anak SD kelas IV itu ternyata sudah berpikir, kelak kalau menikah harus mencari pasangan yang sifatnya sama!
“Kalau tidak nanti bisa cerai!”
What? Saya garuk-garuk kepala.
“Aku saja yang tidak begitu setuju, Bunda. Aku bilang pada teman-teman, justru karena ayah bunda berbeda, jadinya malah asyik lho!”
Saya geleng-geleng kepala lagi, sambil mengulum senyum. Ah, tahukah para orang tua mereka bahwa anak-anak mereka kadang tahu lebih banyak dari yang kita pikir?
Tak lama Faiz sudah asyik dengan bacaannya di kamar. Di ruang kerja saya, tiba-tiba wajah beberapa teman lama melintas.
A memilih bercerai karena setelah menikah 10 tahun dan punya 2 anak kemudian merasa ia dan suami sama sekali tak cocok!
B menjalani kehidupan rumah tangganya dengan perasan hampa karena tak kunjung merasa cocok dengan suaminya, setelah menikah belasan tahun.
C selalu berkomunikasi denga suaminya tentang berbagai hal, tapi terpaksa cekcok hampir setiap hari karena tak kunjung sampai pada sesuatu yang bernama kesamaan.
D tak lagi peduli ada indahnya jalan pernikahan dan sekadar menjaga keutuhan rumah tangga sampai akhir hayat.
Di antara mereka ada yang seperti saya, menikah karena dijodohkan sahabat atau ustadz. Ada pula yang menikah setelah melalui pacaran lebih dulu bertahun-tahun. Dan atas nama “ketidakcocokan” yang muncul kemudian, itulah yang terjadi.
Saya akui, pengamatan Faiz jeli. Saya dan Mas Tomi memang sangat berbeda. Sebelas tahun kami bersama dan berupaya mencari titik temu. Tak selalu berhasil. “We are the odd couple!” kelakar kami.
Tapi alhamdulillah, di tengah-tengah segala perbedaan itu, kami berusaha untuk tak berhenti berkomunikasi. Saya mencoba memilih waktu yang tepat yang menyenangkan untuk bicara berdua. Begitu juga Mas. Kami membicarakan perbedaan kami di saat dan di tempat yang nyaman dan menyenangkan.
Kadang tak semua perlu dibicarakan. Mas menunjukkan dengan sikap apa yang ia inginkan dari saya. Kadang saat saya lelah, tanpa harus terucap kata “saya capek”, Mas memijit pundak dan punggung saya. Saya tahu, saya menangkap, Mas akan senang kalau saya perlakukan demikian.
Saya selalu memberi kejutan di saat milad, ulang tahun pernikahan, di saat ia meraih kesuksesan atau kapan saja saya mau. Mas menyadari, itu artinya saya pun ingin diperhatikan demikian. Ia mencoba, meski sebelumnya tak ada tradisi itu di keluarga Mas. Saya membuatkannya puisi saat Mas kerap memberi saya data statistik keuangan kami. Mas tahu, saya ingin sesekali diberi puisi sederhana tentang cinta. Saya pun menyadari, Mas ingin saya bisa mencatat semua pemasukan dan pengeluaran rumah tangga dengan rapi. Mas suka makanan tertentu. Dan meski tak suka, saya coba memasaknya. Saya membelikan Mas pakaian yang sedikit modis. Mas nyengir, tapi ia coba memakainya.
Berupaya untuk memahami dan mengecilkan perbedaan menjadi indah, ketika itu dilakukan dengan senyum dan ketulusan, bukan karena tuntutan atau paksaan terhadap pasangan. Dan kalau dengan berubah kita lantas menjadi lebih baik, kalau berubah itu dalam rangka ibadah, dalam rangka membuat pasangan kita bahagia, mengapa tidak? Kalaupun pasangan kita tidak juga berubah dari karakter semula setelah bertahun-tahun, mengapa kita tak melihat hal itu sebagai keunikan yang makin “mengayakan” kita?”
Di atas itu semua, sebenarnya semua perbedaan bisa saja seolah lebur saat sumi istri menyadari persamaan utama mereka, yaitu keinginan menjadi abdi ilahi sejati! Cinta karena dan untukNya, menjadikan sifat dan karakter yang paling berbeda sekalipun, bersimpuh atas namaNya. Perbedaan justru menjadi masalah serius ketika masing-masing pribadi memang tidak menempatkan ridho Allah sebagai tujuan utama dalam biduk rumah tangga mereka.
Di luar, hujan mulai reda. Sayup-sayup saya dengar suara Faiz di telepon. Rupanya ia sedang bercakap dengan salah satu temannya.
“Apa? Ayah bundamu bertengkar? Sudah, jangan menangis. Cinta yang besar kepada Allah, akan selalu menyatukan mereka!”
Saya nyengir. Sejak kapan anak itu menjadi konsultan ya?


16 okt 2008 dari Helvy Tiana Rosa



Mengukir Kecerdasan yang Penuh Cinta

Mengukir Kecerdasan yang Penuh Cinta

“Bagaimana cerita waktu hamil? Kok anak kalian bisa secerdas itu?”
Itulah pertanyaan yang kerap dilontarkan orang pada saya dan suami.
Dan biasanya sebelum menjawab, saya dan Mas saling berpandangan, tersenyum, mengenang masa-masa itu...
Saat hamil anak pertama, saya sedang menyelesaikan skripsi sarjana, sambil bekerja sebagai redaktur suatu majalah. Saya dan Mas hidup sederhana di sebuah rumah petak dekat sungai Ciliwung. Jalan menuju rumah kontrakan kami cukup berliku dan curam. Setiap hari saya harus pergi ke kampus dan ke kantor dengan terlebih dahulu jalan kaki mendaki untuk sampai ke jalan raya. Dari sana saya harus berganti angkutan umum hingga tiga kali.
Setiap bertemu dengan para tetangga, mereka geleng-geleng kepala melihat ransel besar di atas pundak saya.
“Wah ini ibu hamil gagah banget ya!”
“Iya nih kok kayaknya segar terus, nggak ada capeknya.”
Saya lagi-lagi tersenyum. Tentu saya tahu bagaimana harus menjaga kandungan dari serangan rasa letih. Tetapi belajar dan bekerja bagi saya adalah sebuah kenikmatan sejati yang menyehatkan saya, dan yang saya yakini juga bagi calon bayi saya. Kalau sudah begitu, hilanglah semua lelah!
“Sayang, aku ingin anak kita nanti menjadi anak yang cerdas, bukan hanya secara akal pikiran, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual,” kata Mas sambil membelai perut saya.



Saya mengangguk. “Aku juga ingin seperti itu, Mas. Kita berdoa dan berusaha bersama ya,” jawab saya sambil menggenggam tangannya.
Sungguh saya tersentuh. Setiap pagi, sebelum kami berangkat kerja, Mas sudah menyiapkan sarapan lengkap khusus buat saya dan calon anaknya. Makanan yang ia siapkan pun sangat menyehatkan: sayur, daging, telur, tahu tempe, lalu ada buah dan tentu saja tak ketinggalan susu Prenageun! Begitu juga kala malam tiba dan saya masih mengetik bahan skripsi, mas selalu membuatkan susu coklat hangat untuk saya.
“Kok kamu suka bicara sendiri say? Atau lagi bicara sama anak kita?” Tanya mas suatu hari.
Saya mengangguk. “Iya, Mas, aku bicara dengan anak kita.”
“Hmm, tapi masak dia juga diajak diskusi soal skripsi sarjana sastra-mu? Apa dia nggak pusing nanti?” Tanya mas lagi.
Saya tergelak. Mas juga. “Tahu gak say, anak kita sering bereaksi kalau aku ajak ngomong apa saja, juga soal skripsiku!”
“O ya?”
Saya mengangguk serius. Memang sejak dinyatakan hamil oleh dokter, saya kerap berinteraksi dengan janin dalam kandungan saya lewat berbagai cara. Saya menyentuh dan membelainya, bercerita, bernyanyi, membacakan sesuatu (sejak hamil minat baca saya meningkat dahsyat!), mendengarkannya aneka musik, dan lain-lain seolah dia ada di hadapan saya. Saya juga menceritakan berbegai hal yang saya lihat dan menyentuh perasaan saya hari itu.
“Sayang, kalau kamu sudah besar nanti, kamu tolong, kamu bela orang-orang yang lemah dan teraniaya ya. Tadi Bunda lihat nenek-nenek yang jualan diusir, di tentang-tentang di tepi trotoar. Bunda sedih. Kamu tanya apa yang bisa bunda lakukan? Ya, Bunda turun dari bis dan membela nenek itu. Tapi barang-barang dagangannya sudah hancur. Bunda juga ditertawakan. Tak apa, yang penting Bunda sudah melakukan sesuatu, meski kecil...”
“Cinta, hari ini Bunda bertemu pengamen-pengamen kecil di jalan. Tapi kalau kita beri uang terus, nanti uang itu diambil para preman yang menyuruh mereka mengamen. Jadi Bunda sengaja bawa roti unyil untuk dibagi-bagikan pada mereka. Suatu saat kita tolong mereka dengan sesuatu yang lebih dari yang bunda lakukan hari ini ya...
Apapun cerita saya, janin di perut saya selalu merespon. Itu membuat saya tambah semangat. Setiap hari saya kutipkan untuknya puisi-puisi indah dari berbagai penyair dunia seperti Gibran, Neruda, Rumi dan Iqbal. Juga puisi-puisi Chairil Anwar, Rendra, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara...
Aku mencintaimu, itu sebabnya aku tak akan pernah selesai mendoakan keselamatanmu... (Sapardi Djoko Damono, Dalam Doaku).
Atau:
“Cinta, kamu tahu apa kata Pablo Neruda, penyair Chili yang meninggal saat bunda berusia tiga tahun itu tentang kita dan orang yang kita cintai? Dalam soneta 18 dia bilang : begitu dekatnya kita sehingga tanganmu yang di dadaku serasa tanganku. Begitu dekat sehingga kalau aku tidur, yang terpejam tak lain matamu...”
“Hari ini Bunda buat puisi untuk kamu. Itu lho, bunda dan ayah masih bingung mau memberimu nama siapa? Puisinya sangat sederhana, tapi dibuat dengan cinta. Dengar ya!”
Tepat 9 bulan 10 hari, saya pun melahirkan secara normal. Alhamdulillah kami dikaruniai bayi laki-laki yang sehat. Di rumah sakit itulah kami memberinya nama Abdurrahman Faiz yang berarti hamba Tuhan yang Maha Pengasih dan yang meraih kemenangan/ keutamaan. Begitu Faiz lahir saya memberikannya asi ekslusif hingga lebih dari 6 bulan.
Pada usia belum tiga tahun, Faiz sudah menampakkan bakat yang luar biasa. Saya terkejut ketika suatu pagi ia menyapa saya dan berkata: Bunda, aku mencintaimu seperti aku mencintai surga...
Faiz menulis puisi pertamanya di komputer saat ia berusia 5 tahun.

Bunda, engkaulah yang menuntunku
ke jalan kupu-kupu
engkau adalah puisi abadi
yang tak pernah kutemukan dalam buku

Sejak balita, ia pun menunjukkan empati yang mengesankan siapa saja di sekitarnya. Kalau kami sedang jalan-jalan, dengan ramah Faiz selalu menyapa semua tetangga yang kami jumpai. Kadang bahkan orang yang saya tak kenal!
Faiz juga tak sungkan memberhentikan semua tukang jualan yang lewat di depan rumah seperti tukang mainan, penjual es, penjual minyak tanah, hingga pengemis. Apa yang Faiz lakukan ? Mengajak orang-orang itu sekadar istirahat di beranda rumah!
“Mampir, Pak. Istirahat dulu, Pak. Di luar panas sekali. Mari..”
“Bapak mau minum yang dingin atau yang hangat?”
“Maaf ya, aku bukan mau beli, tapi aku mau tanya.. Jangan marah ya, Pak. Apa bapak sudah makan? Makan saja di rumah kami. Ada sop dan perkedel hari ini!”
Buku puisi pertama Faiz Untuk Bunda dan Dunia (DAR Mizan 2004) terbit saat ia berusia 8 tahun. Ia menjuarai berbagai lomba mengarang tingkat nasional, termasuk memenangkan lomba Menulis Surat untuk Presiden (2003). Dalam usia belia Faiz dianugrahi banyak penghargaan, antara lain sebagai Anak Cerdas Kreatif Indonesia tahun 2006, versi Yayasan Cerdas Kreatif pimpinan Kak Seto. Hingga kini Faiz sudah menerbitkan 6 buku ditambah 6 antologi bersama.
Namun hal yang paling kami syukuri adalah sikap empati dan penuh cinta Faiz pada sesama yang kental terasa dalam karya serta tindakannya. Saat kelas II SD, ia berkata: “Aku menulis puisi karena empat alasan, Bunda. Untuk mengucapkan diriku, untuk menyentuh nurani sesama, untuk menolong orang dan agar aku bertambah pintar.” Alhamdulillah dari royalti buku-bukunya Faiz telah pula memiliki kakak dan adik asuh sendiri!”
“Bunda, kapan ya uangku cukup, untuk membangun rumah besar bagi anak-anak jalanan yang tinggal di kolong jembatan itu?” tanyanya suatu hari.
Saya terhenyak. Pertanyaan yang sama dulu sekali, pernah saya lontarkan padanya, saat ia ada dalam kandungan saya. “Cinta, kapan ya Bunda dan Ayah bisa membangun sebuah rumah besar bagi anak-anak yang tak punya rumah dan ayah ibu itu? Kamu ikut doakan ya. Kalau sudah besar kamu perhatikan mereka ya sayang...”
“Apa karena sejak dalam kandungan kamu sering mengajaknya bicara dengan kalimat-kalimat pilihan?” duga Mas Tomi. “Karena tak ada hal selain cinta yang kita sampaikan padanya sejak dini?” katanya dengan mata kaca.
Tahun ini, setelah Faiz berusia 11 tahun, saya kembali melahirkan anak kedua. Saya mencoba hal-hal yang serupa dan bahkan lebih seru pada kehamilan kali ini. Makan dan minum yang sehat, menjaga kebugaran, terus mengembangkan wawasan saat hamil dan tetap melakukan rutinitas. Termasuk mengajar di sebuah perguruan tinggi negeri. Interaksi yang intens sedini mungkin dengan janin sampai masa kelahiran (hingga sekarang!) menjadi hal yang sangat penting bagi saya. Kali ini bukan hanya saya dan suami, tetapi Faiz pun sering mengajak calon adiknya berbicara, menceritakan, membacakan sesuatu, bernyanyi bersama, dan sebagainya...
Alhamdulillah anak kedua kami, Nadya Paramitha pun lahir, Februari lalu. Kini ia sudah 5 bulan dan tampak sehat, kuat, cerdas serta penuh cinta seperti abangnya.

by Helvy Tiana Rosa

Living Side by Side in Palestine

Living Side by Side in Palestine

Living side by side in Palestine... is it possible?
It was early in the morning when they came. My father and elder brother had just returned from the mosque and Mother was nursing my baby sister. I had just gone back to bed after finishing the dawn prayers. My little brother Ahmed lay in his bed, snoring and talking to himself in between the snoring; a habit he developed a few months back after witnessing his playmate’s death in an Israeli raid in our neighborhood. Ahmed was seven years younger than me and had just turned six a few days earlier. Just as I was about to doze off to sleep again I heard the door bang open, followed by shuffling of feet. Fearing the worst and wondering who in their right mind would visit so early in the morning, I ran out of the room. Bad news was usually more dramatic; heralded as it were by the arrival of tanks, fires and explosions.
There in the middle of our living room stood a whole family of seven. Two adults and five children, four boys and a girl, ranging from mid teens to a boy of about Ahmed’s age. Except for the mother and the girl whom I assumed to be around my age, they wore black jackets, black hats, black trousers and black shoes. The father and the boys had what seemed like several thin pony tails dangling on each side of their ears. Aha! Jews! I muttered to myself.


The father had a long beard and carried a huge revolver in his hands while the rest carried two pieces of luggage each, with the mother struggling with the bulkiest of all. It was a strange sight and for a moment I thought I was dreaming. I rubbed my eyes and refocused on the apparition in front of me. Even though it was dark outside, we had the lights on in the living room and I could see the whole scene as in broad daylight.
I looked around the room to locate my family. My father, my big brother and Mother with the baby in her arms were all huddled together on the big sofa.
“You!” the strange man with the beard and side tails pointed the revolver in my direction. I flew off my feet and landed on my father’s lap from where I gaped at the strange family.
“Now, Sir,” my father coughed, “would you please be so kind as to tell us what this is all about?”
The man turned to his woman, “Give me the paper!”
As the woman’s hands unclasped, the suitcases came down hurtling to the floor; with a single swipe the woman reached for a shoulder bag that had escaped my notice until now. She quickly unzipped the bag and produced a small piece of paper. Still keeping his revolver in the air, the man snatched the paper from his wife and as he read out the contents a cold shiver ran down my spine: I wasn’t dreaming. And this wasn’t just someone else’s nightmare. It was my turn to vacate my bed:
The Zionist regime of Israel hereby invites Mr. Ari Benjamin and his family to dwell on the land of Palestine and grab any land or house they may fancy. Should the dwellers of the chosen home, land, etc, make fuss, Mr. Ari Benjamin has full right to either shoot them on the spot and be done with them instantly or tie them up nicely until such a time as the usurped family is able to exist nicely.
Co- signed by the Prime Minister of Israel and the President of the United States of America and supported by a whole bunch of onlookers, the EU, the UN and members of the Arab League.
Unable to contain himself, my father burst out laughing. My mother was in shock. “How could you laugh at this, Yusuf,” She whispered. “This is so silly.” And then my brother was laughing, too, and before we knew it, the strange wife had picked up her luggage from the floor and was hastily marching to the door, at which her children laughed, laughing and kicking at their suitcases.
“What’s so funny?” the man cracked at everyone as he made a grab for his wife and her suitcases pinning her to the floor.
“Us,” the woman tried to escape his grip, “that’s what’s funny, us, invaders intent on occupying other people’s homes, that’s what’s funny. And I ain’t even laughing!”
“Now, now, darling,” said the man, “This is our home, once we manage to get rid of these flies, we will renovate it and make it to our liking. I promise. If you wish we could keep these folks, too. Remember how you’ve always wanted to have your own slave hands…”
“I’m hungry,” cried the youngest boy, “and I’m tired of carrying these bags. When are we going to settle down?”
“Now Sharon, take it easy dear, I promise we’ll have breakfast in our kitchen. Give me a minute, will you?”
“I want my own room,” said the girl looking in my direction. “How many bedrooms do you have in this place?”
“Just three,” I said as a matter of fact. The young lady might as well know she won’t have the luxury of having her own room. I didn’t. “And they are very, very, very small.” I added for effect.
“Just three small rooms?” the girl cried. “You lied to me, Dad!”
It was lighting up outside the window and soon I was hearing voices, but I wasn’t sure if anyone knew about our situation as I couldn’t detect any movements outside our door.
“Yes, our rooms are very small as you can see from this tiny room we all are in right now,” my mother said sounding very pleasant. “How many rooms did you have where you came from?”
“We live on a ranch in Texas,” the strange wife returned. “We are very strange folk, that’s why we are here in these cramped rooms.”
“Woman!” the man glared at his wife. “Have you gone stupid? Haven’t I told you that once we’ve got us a spot we’ll be annexing the whole area?”
“Now…what?” My father cleared his throat again. “Are you guys staying for breakfast, or what?”
The man pointed the revolver at my father. “Breakfast, I like the sound of that word... breakfasting together and living together, side by side…Where shall we sit?”
“Yes, that’s a good one, Sir, we all should be sitting together, side by side in peace,” my mother said shuffling to her feet and handing my brother the baby, she kind of glided towards the kitchen; I followed suit. The man didn’t seem to mind at all.
“So what’s going to happen?” I whispered as Mother went about lighting the stove and getting stuff from the fridge. “What will happen to us?” I pulled at her sleeve. Mother took some change from the kitchen cupboard and gestured to me as if speaking in sign language to go down to Ali’s bakery for some bread.
I quickly retraced my steps and holding up my hand to show the coins, I asked the man to let me fetch the bread to which he nodded with a shake of his revolver.
”But don’t you try anything funny, girl!” he threw after me as I reached for the doorknob, “Arabs! You can’t trust them, can you?”
(by Safi Abdi)

Bintang Bethlehem

Bintang Bethlehem

Di sebuah bukit kapur yang di sana sini ditumbuhi pohon kurma di Kota Jericho, Palestina, tiga orang anak tampak menghentikan permainannya secara mendadak yang semula ketiganya saling berkejaran. Ketiga anak itu, masing-masing sekitar 12 tahun usianya, menatap ke angkasa. Ada sesuatu di langit yang terlalu menarik untuk tidak diperhatikan. Sebuah benda yang luar biasa besarnya, persis bongkahan batu raksasa, warna emas dibalut oranye, sedang melayang pelan dari arah timur menuju ke barat. Sebuah bongkahan cahaya yang lebih cemerlang daripada sinar matahari.
Bongkahan batu raksasa yang berkilau-kilau bagai permukaan danau yang memancarkan cahayanya dengan pekat itu -kadang cahaya itu meleleh lurus menghunjam bumi- menarik ketiga anak itu untuk mengikutinya. Ketiga anak itu, siapa pun namanya, marilah kita sebut saja: Aaron, Alan, dan Ahmed, sambil mendongakkan kepalanya terus-menerus, menatap bongkahan itu yang rasanya bisa digapai tangan. Sering mereka -karena mendongak terus- terjatuh karena tersandung. Ketiganya bangkit, lalu bergerak tanpa berucap sepatah pun mengikuti benda yang melayang lamban itu, entah dari mana asalnya dan entah mau ke mana.



Bukit kapur campur pasir. Bukit lengang kadang disapu angin kencang. Bukit kapur bukit ilalang, tumbuhan kurma, rumput, dan senyap panas. Bukit tanpa setetes air minum, tanpa secuil makanan, tanpa setangkup atap, kadang ditumbuhi kebun pisang (benar itu kebun pisang?). Tentara-tentara Palestina yang berjaga dalam tenda dengan persenjataan seadanya terus-menerus belajar untuk memerintah. Satu saat waktu itu pasti datang, di mana tentara-tentara Palestina sangat sibuk dengan satu pemerintahan, Republik Palestina.
Semuanya mendorong untuk bersyukur (tanah gersang, angin panas, kawasan yang sepi, dunia yang tak nyaman), bahkan militer Israel yang dihadapi secara frontal tanpa sengaja dapat memberikan jalan keluar meski berbahaya ketika sarapan, ketika rapat di siang, ketika istirahat pukul 15.00, ketika tidur malam (apakah ada dunia tandingan bagi dunia Palestina yang demikian?)..
***
Pertempuran yang meletus secara sporadis antara militer Israel melawan gerilyawan Palestina yang terjadi di Jalur Gaza, Tepi Barat, maupun di Hebron ataupun Jericho sudah dapat diduga hasilnya: perdamaian antara kedua kekuatan itu semakin menjauh. Justru di saat keduanya sangat bersemangat untuk berunding menyambut perdamaian, saat itu juga meletus pertempuran.
Pemerintah Israel dengan Fatah maupun Hamas di satu pihak, lalu pemerintah Israel dengan para gerilyawan Palestina yang terdiri dari berbagai faksi di lain pihak, di samping Hamas dengan Fatah di meja yang terbelah, menghasilkan halaman yang carut-marut karena ketumpahan tinta sehingga butir-butir kesepakatan terhapus oleh guyuran cairan hitam itu, tanda cinta pada Tanah Air yang satu.
Namun, diam-diam semangat untuk membangun perdamaian abadi juga muncul dari warga kebanyakan dari keduanya. Karena sudah jenuh terhadap pertikaian yang tak kunjung padam yang berlangsung puluhan tahun dan menyadari bahwa Israel maupun Palestina sebenarnya bersaudara adalah mustahil tak bisa dirukunkan, mereka pun bekerja keras menggiring siapa saja ke meja perundingan.
Selalu saja terjadi letusan rentetan tembakan dan bom yang meledak yang menyebabkan semua rencana perdamaian itu berantakan. Ketika semua kekuatan bersiaga di lubang perlindungan dengan persenjataan yang paling piawai, mendadak muncul ketiga anak itu melintas di hadapan peperangan yang memerah.
''Apa kita habisi saja ketiga anak itu?'' bisik seorang serdadu Israel kepada temannya di lubang perlindungan.
''Misi apa yang diemban oleh ketiga anak itu?'' bisik seorang gerilyawan Palestina kepada temannya dari balik gundukan tanah cadas tempat persembunyiannya.
''Lihatlah ke atas!'' serunya, ''Apakah itu pesawat tempur mutakhir Israel?''
''Apakah itu bomber eksperimen Hizbullah?'' seru serdadu Israel sambil menunjuk ke atas.
Semua terbengong-bengong menatap bongkahan raksasa yang cemlorong itu. Para serdadu Israel, para gerilyawan Palestina, kelompok Fatah, kelompok Hamas, gerilyawan Hizbullah, dan semua kelompok gerilyawan perlawanan terhadap pemerintah Israel. Benda apakah itu? Dari mana? Mau ke mana? Siapa yang membuatnya?
Tiba-tiba lima pesawat jet mutakhir Israel menghambur sambil memuntahkan roket-roket peluru ke bongkahan batu yang berbinar-binar itu, namun semua tembakan itu hanya mengenai udara hampa. Bagaimana mungkin cahaya bisa ditembak?
***
Justru bila roket-roket peluru itu mengejar pesawat-pesawat tempur itu, suatu bumerang. Dengan susah-payah, lima jet itu menghancurkan sepuluh roket pelurunya sendiri disertai omelan para pilotnya.
Di tempat persembunyian masing-masing, para serdadu Israel dan para gerilyawan Palestina bersorak menyaksikan peristiwa itu.
''Jet-jet yang bodoh!'' seru serdadu-serdadu Israel mengolok-olok teman-temannya.
''Pilot-pilot buta huruf Tel Aviv,'' seru para gerilyawan Palestina terbahak.
Dan, tiga anak itu terkaget-kaget mendengar ledakan beruntun di angkasa. Ketiganya terus melintas tanpa peduli apa yang sedang mengepungnya. Lalu, tembakan-tembakan berdesingan dan ketiga anak itu bertiarap. Mereka saling toleh penuh tanya.
''Kita ditembak,'' kata Aaron.
''Siapa yang menembak?'' tanya Alan.
''Hantu,'' kata Ahmed.
Lalu, ketiganya berlari terus mengikuti bongkahan raksasa itu supaya tidak ketinggalan sambil merunduk menghindari kemungkinan terjangan peluru-puluru yang beruntun.
''Tiga anak itu memang bandel!'' seru seorang serdadu Israel sambil melepaskan tembakan-tembakan lewat senapan teropong.
Tapi, tak satu pun dari ketiga anak itu yang roboh, padahal tidak ada satu pun sasaran yang bisa lolos dari senapan teropong. Serdadu Israel itu penasaran. Ia lepaskan tembakan lagi dan ketiga anak itu tetap berlari. Serdadu-serdadu Israel itu terheran-heran.
''Anak-anak ajaib!'' seru serdadu Israel itu.
''Jangan ganggu tiga anak itu,'' kata seorang gerilyawan Palestina kepada temannya di gua persembunyiannya.
''Kenapa?'' tanya yang lain.
''Pokoknya, jangan ganggu.''
''Aku ingin dengar alasannya.''
Presiden Israel, presiden Palestina, presiden Mesir, presiden Syria, presiden Lebanon, presiden Jordania saling bertanya tentang benda angkasa itu. Pesawat-pesawat jet tempur Amerika dari kapal destroyer Dwight Eisenhower yang menyandar di Laut Merah melakukan manuver-manuver sedekat mungkin dengan bongkahan raksasa yang mencorong itu. Pentagon kirim pertanyaan kepada Mossad.
Sementara itu, benda angkasa yang tak bisa diidentifikasi itu terus melayang ke arah barat. Sering ketiga anak itu menampung lelehan-lelehan cahaya dari benda itu.
***
Dari telapak tangan ketiga anak itu, berpendar-pendar cahaya selaksa yang kemudian ditiupnya sampai kabur ke udara, melayang-layang naik turun ditiup angin yang membawanya pergi menjauh. Bercampur awan, menyelinap hilang dan menyembul kembali, melabur dinding-dinding awan itu dengan warna-warni seperti kebiasaan ketiga anak itu mencorat-coret dinding pembatas yang dibangun pemerintah Israel untuk memisahkan tanah Israel dengan kawasan Palestina.
Seluruh penerbangan yang datang dan pergi di Bandara Ben Gueron, Israel, ditutup. Bandara akan dibuka kembali setelah benda angkasa yang entah itu diketahui. Benda angkasa itu akhirnya menyeberang di atas Laut Tengah dan dua belas pesawat jet tempur Amerika dan Israel kehilangan jejak. Pasukan khusus Amerika dan Israel yang mengejar ketiga anak itu tak mampu menemukannya. Entah ke mana anak-anak itu mengembara yang kedatangannya kembali sangat ditunggu-tunggu oleh keluarga masing-masing.***
Tangerang, 28 Oktober 2008
(by Danarto) di Jawapos..Desember 2008

Yang Kembali Pulang adalah Kematian

Yang Kembali Pulang adalah Kematian

“Dua puluh?”
Ya, brengsek! Dua puluh! Ada orang yang begitu gembira menyandang angka itu. Tapi aku..ingin kembali mengecil..ketika dunia hanya berarti nyanyian.
“Baru aja, kan Feb?” Orang menyebalkan di sampingku itu bak memamerkan permata yang tak pernah tidak diusapnya tiap pagi dan petang. Tapi aku adalah batu karang yang dengannya ia memecahkan kaca, berantak tanpa aku bisa berontak. Aku batu karang, yang orang hanya tahu aku terpancang di tengah-tengah bongkah kaca, tanpa luka.
Tapi Ibu... aku selalu mengingatmu. Aku, tidak sekadar terluka. Mungkin telah lama mati, dadaku tertancap parang.
Lalu aku hanya bisa mandi dan dengan sia-sia membasuh hatiku yang sesak oleh ceceran darah yang tidak akan pernah hilang. Aku merasa mulai tidak bisa bernapas karena darah amis itu menumpuk lalu mengering membentuk bongkahan bernanah menjijikkan. Hingga aku muak dengan hatiku sendiri. Rasanya sudah cukup lama aku tidak mengajaknya bicara. Aku jijik



Aku hanya bisa mandi, berharap kau tidak akan mencium bau busuk ini, Ibu. Aku tidak ingin kau merasakan panasnya dada ini ketika aku memelukmu malam ini, karena hanya denganmu aku bicara.
“Uangmu, di atas meja.” Ada derit pintu.
Semua orang biadab! Maaf, Ibu, anakmu ini mungkin sudah masuk menjadi kumpulan orang-orang biadab itu.
***
Aku rindu dengan perasaan gembira yang membuncah ketika pintu kehijauan yang kumal itu mulai kulihat dari kejauhan. Entah sejak kapan, perasaan itu digantikan oleh kengerian.
Aku melihatmu sudah terpejam. Aku ngeri kau akan terbangun dan menyingkap dadaku yang penuh darah dan nanah.
Tapi aku ingin memelukmu setiap malam, Ibu, untuk hari-hari yang sudah kulalui tanpamu. Untuk hari-hari yang dipenuhi dengan pengkhianatan, aku ingin menciummu. Untuk senja yang dipenuhi kebejatan, aku ingin manja padamu.
Aku ngeri dengan kotornya tubuhku yang mendamba dekapanmu yang suci. Aku ngeri, karena kudekap saja engkau, merasakan pipimu yang nyaris sudah tak ada, tapi tetap menyimpan kehangatan. Betapa lega tanganku bergumul dengan tanganmu, yang penuh dengan keriput halus tapi tetap membuatku nyaman. Aku semena-mena menikmati merebahkan diri dan mendengar degub jantungmu dari dekat, suaranya lembut merasuk ke kepalaku.
Suara derit pintu yang kukenal, mengganggu hening bersama detak jantungmu. Pastilah dia datang. Kudengar langkah kakinya yang kalau malam begini harus ia seret. Cepat-cepat kupejamkan mata, menangis di sandaranmu. Maafkan aku, Ibu.
***
Derit pintu ini hari demi hari semakin menyayat ketakutanku. Aku takut orang yang selonjor berselimutkan sarung tidak karuan itu terbangun. Aku lebih suka dia terbaring seharian dan bangun tiba-tiba menemukan malam yang akan menyeretnya lagi ke sekumpulan binatang di sudut jalan itu. Tapi Ibu, mencelanya membuatku meringis. Aku juga binatang itu, Ibu. Ibu tidak tahu, bukan? Karena aku tak ingin ibu membenciku. Aku tak mau ibu meninggalkanku, menyisakan tatapan yang mungkin mampu membuatku mati saja seketika, karena cuma ibu yang aku punya. Hanya kau kekuatanku. Maaf, mungkin ibu tidak tahu kalau Tuhan sudah tak berani lagi kusebut, seperti halnya aku tak lagi bicara pada hatiku ini yang mati. Aku hanya bisa bicara dengamu saja, Ibu.
Aku tahu kau pasti kecewa melihatku menyerah. Dulu kau begitu bangga padaku yang selalu bersemangat akan hidup seperti pagi yang selalu dimulai dengan decakan kagum embun pada semburat wajah langit jingga. Aku ingat aku sekuat itu dulu, sekuat ibu yang tidak pernah mengeluh seberapa pun peluh kau basuh, tak pernah tampak rapuh. Tapi ada kalanya waktu menghempaskan lumpur ke ulu hati kita, lalu keadaan menjadi kotor menjijikkan, membuang senyum yang dulunya ranum.
Bapak diusir oleh perusahaan kapitalis bangsat itu. Lantas bukannya malaikat penolong yang datang, malah segerombolan tikus yang menggerogoti otak warasnya. Aku jadi ingat diriku sendiri. Bapak juga tergoda dengan kenikmatan palsu yang menjanjikan berkeranjang uang. Aku ingat kau coba mengingatkannya. Apa yang kau dapat? Dampratan! Sumpah serapah!
“Lalu mau makan apa kita, hah?! Di kehidupan yang milik orang kaya ini, jangan orang susah berani-berani berulah. Diam sajalah, kau tak tahu apa-apa!”
Aku ingat betapa aku meringkuk di balik selimutku mendengar pintu hijau kesayanganku dibanting seenaknya. Lalu ibu menyendiri di dapur. Kau mungkin tak tahu saat itu aku mengintipmu menangis. Sendiri...
Sejak itu ibu tahu bahwa bapak telah bertambah jauh. Sejak itu, seakan suatu ritual, sehabis bermandikan kartu, bapak juga diracun. Itu racun katamu, Bu. Racun itu tak hanya menggerogoti otak, darah, dan tulang, tapi menggerogoti seluruh isi rumah ini.
Aku rindu kakak, Bu. Kalau dia ada di sini bersama kita, mungkin kita masih bisa tertawa. Dia akan mengajakku main kembang api yang membinarkan kelam. Seperti rintik hujan yang bercengkrama dengan bebatuan, aku pasti dibuatnya terbangun dari kematian.
Tahukah ibu, aku sudah dua puluh? Andai kakak tahu jadi apa adik kesayangannya di umur dua puluh... Tapi aku rindu, kakak, Bu. Kakak begitu muda. Tapi, kenapa Tuhan seakan tidak peduli sebesar apa kita butuh dia. Tidak ada lagi rintik hujan yang bercengkrama riang dengan bebatuan. Yang kembali pulang adalah kematian.
Ibu, aku tidak tahu apa yang dipikirkan Tuhan. Mungkin Dia pikir aku bisa sekuatmu, Ibu. Kau adalah satu tonggak yang menegakkanku terpancang. Ketika kau patah, aku pun binasa, terinjak kaki-kaki serampangan lalu lalang.
Air tidak bisa membersihkan gumpalan nanah dan darah yang menyatu ini. Hatiku merasa sakit, pedih, perih. Aku pukul dia. Pukul dia. Pukul. Pukul. Pukul! Di tengah guyuran yang sudah entah tidak jelas antara air dan air mata, aku masih bertahan. Demimu, Ibu. Seperti yang kulihat, Bu, cari kerja di negara kita ini susah. Kalau aku berhenti sampai di sini, paling-paling untuk beli kerupuk pun aku tidak akan mampu. Lalu bagaimana aku bisa mengantarkan Ibu sembuh?
Bu, aku berangkat. Iya sepagi ini, selagi bapak masih terlelap. Ah, tapi kau mulai membuka mata. Aku ingin kabur dari tatapanmu, karena aku ngeri Ibu akan mengindera noda ini, aku takut Ibu mencium bau busuk nanah yang mulai merambah ke seluruh tubuh. Tapi aku ingin menatap bening itu, Bu. Matamu yang menebarkan oase di darahku yang sedang terbakar amarah. Matamu yang selalu melihatku bersayap lebar, seperti harapan yang tak pernah usai. Matamu yang selalu berbicara kasih dan cinta. Kau menang, Ibu. Aku tidak bisa pergi.
“Jam berapa sekarang, Nak?” bibirmu nyaris tidak bergerak. Bibirmu ditumbuhi belukar bening, terlihat menyakitkan. Kuusapkan sedikit madu yang kusediakan di meja sebelah tempat tidurmu. Kerudungmu selalu melekat, karena kau tidak ingin melewatkan shalat.
Seusai kau shalat, kuajak kau makan. Ibu, aku ingin menyuapimu pagi ini dengan tanganku sendiri. Aku takut kesempatan itu lekas pergi, entah kau yang pergi, entah diriku.
Bahkan untuk membuka bibir saja kau bergetar, Bu. Aku tidak tega. Sudah sebulan ini aku tidak membawamu ke dokter. Aku janji besok kubawa dokter Ririn kemari. Uangku sudah lumayan. Ibu, maaf, uang itu.... bagaimana aku harus mengatakannya... Sebaiknya ibu tidak tahu.
“Nanti Bi Rafiah ke sini lagi untuk jaga Ibu. Febi kuliah dulu ya, Bu.” Ya, kuliah Bu, karena aku perlu sesuatu yang akan memutus lingkaran setan ini. Ah, aku malu, Bu, untuk bilang kalau aku masih menyimpan mimpi tuk jadi orang berguna. Aku benci tatanan kehidupan yang membuat Ibu tidak bisa berobat dengan murah, semua susah. Kacau, Bu. Kacau! Kekacauan ini yang membuat bapak dan gerombolan tikusnya bermain judi dengan seenaknya, dan membeli berbotol-botol minuman dengan mudahnya. Kini pula yang memudahkan orang-orang untuk menjual diri karena tempat, toh, sudah tersedia. Dan orang-orang pun apatis. Aku tidak peduli orang akan mengatai diriku munafik. Aku juga muak, Bu. Aku ingin segera keluar, berlari sejauh-jauhnya bersamamu lagi, Bu. Ayo, Bu, kita jalan dan lari lagi seperti dulu. Ibu pasti bisa. Mungkin sekarang ibu hanya masih bisa terbaring. Tapi aku yakin kita akan berjalan bersama lagi, Ibu...


Penulis: Silvia Carolina (telah dipublikasikan di Republika 15 Juni 2008)

Ps: thx mbk....bwt cerpennya...he9...

Jaringan Komputer

Jaringan komputer
Jaringan komputer adalah sebuah sistem yang terdiri atas komputer dan perangkat jaringan lainnya yang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Tujuan dari jaringan komputer adalah:
• Membagi sumber daya: contohnya berbagi pemakaian printer, CPU, memori, harddisk
• Komunikasi: contohnya surat elektronik, instant messaging, chatting
• Akses informasi: contohnya web browsing
Agar dapat mencapai tujuan yang sama, setiap bagian dari jaringan komputer meminta dan memberikan layanan (service). Pihak yang meminta layanan disebut klien (client) dan yang memberikan layanan disebut pelayan (server). Arsitektur ini disebut dengan sistem client-server, dan digunakan pada hampir seluruh aplikasi jaringan komputer.
Klasifikasi Berdasarkan skala :


• Personal Area Network (PAN)
• Campus Area Network (CAN)
• Local Area Network (LAN)
• Metropolitant Area Network (MAN)
• Wide Area Network (WAN)
• Global Area Network (GAN)
Berdasarkan fungsi : Pada dasarnya setiap jaringan komputer ada yang berfungsi sebagai client dan juga server. Tetapi ada jaringan yang memiliki komputer yang khusus didedikasikan sebagai server sedangkan yang lain sebagai client. Ada juga yang tidak memiliki komputer yang khusus berfungsi sebagai server saja. Karena itu berdasarkan fungsinya maka ada dua jenis jaringan komputer:
• Client-server
Yaitu jaringan komputer dengan komputer yang didedikasikan khusus sebagai server. Sebuah service/layanan bisa diberikan oleh sebuah komputer atau lebih. Contohnya adalah sebuah domain seperti www.detik.com yang dilayani oleh banyak komputer web server. Atau bisa juga banyak service/layanan yang diberikan oleh satu komputer. Contohnya adalah server jtk.polban.ac.id yang merupakan satu komputer dengan multi service yaitu mail server, web server, file server, database server dan lainnya.
• Peer-to-peer
Yaitu jaringan komputer dimana setiap host dapat menjadi server dan juga menjadi client secara bersamaan. Contohnya dalam file sharing antar komputer di Jaringan Windows Network Neighbourhood ada 5 komputer (kita beri nama A,B,C,D dan E) yang memberi hak akses terhadap file yang dimilikinya. Pada satu saat A mengakses file share dari B bernama data_nilai.xls dan juga memberi akses file soal_uas.doc kepada C. Saat A mengakses file dari B maka A berfungsi sebagai client dan saat A memberi akses file kepada C maka A berfungsi sebagai server. Kedua fungsi itu dilakukan oleh A secara bersamaan maka jaringan seperti ini dinamakan peer to peer.
Berdasarkan topologi jaringan: Berdasarkan [topologi jaringan], jaringan komputer dapat dibedakan atas:
• Topologi bus
• Topologi bintang
• Topologi cincin
• Topologi mesh
• Topologi pohon
• Topologi linier



Tulisan yang mengantarkan ke Paris

ASTRONOMY
The Great Expectation within Desperation.
ABSTRACT
The starry night, is not ordinary view for some people. For those who are very interested in the “world” above, it can be a place where they put their expectation in order to continue the life of organism of the earth. People will not able to communicate with this universe and all its miracles without keeping in touch with its components. Maybe, starring at the starry night will be enjoyment for peculiar because, there they can find something different from what common people think. The learning enjoyment will comes up when they observe the millions of exquisite elements that adorn the sky.
People in common-especially in Indonesia- are often misunderstanding about the astronomy. The activities in observing the sky and effort to discovery the something above seems ridiculous action. But nowadays, regarding to some conferences held in Indonesia, people begin aware that actually they are touch closely with astronomy. It happened since their ancient live in Indonesia and how they actually relied on the astronomy so much in doing their live activities.


This article actually tries to redolent of the astronomy contribution in our live, especially from the point of view Indonesian people.

INTRODUCTION
Recently, People think that studying about astronomy has not given any contribution for their live. Being an astronomer is considered as the activity for people who are on the dole, just staring the sky, as if there is nothing to do. Nonetheless, behind those all assumption, people do not realize about their dependence on astronomy. They are not aware that so far, they are very close with something that they think as ridiculous obsession. Asserting it or not, people have expectation which is covered by their desperation. It has been improved by ancient people how they are very excited to use the astronomy for either as problem solving or guidance of their live.

HOW ASTRONOMY GIVES EXPECTATION TO PEOPLE
In Indonesia, especially in Sunda, Java, Lombok until Papua, when we talk about the astronomy and human’s dependence, we will find much astronomy’s contribution in this life. It can be observed from their ability to give name to the constellation. In common, people usually use the constellation name from Greek mythology. On the other hand, ancient people in Indonesia had been able to give their own term based on their own imagination for each constellation, for example Waluku for Orion, Wuluh refers to Pleaides, Kalapa Doyong for Scorpio,and Sapi Gumarang as a name for Taurus. It is obviously give us clear view how people actually need the astronomy in their live.
First, Astronomy as the directional guidance. Talking about the navigation, we will see how worthy astronomy for people. Once they get lost on the ocean or in other unfamiliar places without being able to identify the direction, the solution is by seeing the stars constellation. They will not be able to flee from unidentified place without any knowledge about stars constellation. The sailors have to know certain constellations that point certain direction and the period the constellations emerge. Indeed, it requires the understanding about sky map. Just visualize when the sailors get a lost in unfamiliar sea or ocean and they do not have any compass. The way out is by looking at stars constellation. They should look for the Crux as Southern Cross, or Cygnus as Northern Cross to be able to determine the direction, because each direction will be shown by one constellation. Unfortunately, although the sky is bright and full of stars, they will not able to recognize any constellation if they never know about the stars formation before and how it works. For instance, in order to determine where is south direction, they must know about Crux, and able to work with it. How they realize about the Gamma Crux and Alpha Crux, so that they can pull draw a straight line from Gamma Crux to Alpha Crux and lengthen it about 4.5 times. This line will point to the South Pole. Any kind information about astronomy is needed. By using their sufficient knowledge about astronomy, at least about stars constellation, people will be able to travel in ocean or around the world. It will help them much to escape from unfamiliar place and find out the way to continue their journey. Just see, that actually their understanding about astronomy will make them out from trouble. People who know about astronomy or constellation and sky map will put their expectation upon it to solve that such problem.
Second, Astronomy as the signal of a planting gives many advantages in agriculture. Ancient people usually used the knowledge about astronomy to determine the proper time to plant the rice and other crops. Soepardiono Sobirin, an expert of forestry and environment, in his presentation in Astroarcheology conference in Boscha Observatory, stated that ancient people in Indonesia had been able to determine to right time for their agriculture activity and for irrigation. Thus, they could avoid the flood and dryness. One of the examples, when Lintang Waluku (Orion) appears, people believe that it is a time to plan the rice since it is a signal that the rainy season will come and the water for irrigating will available. Nowadays, though people are modern and they use calendar for their agriculture activities, it can be said as the very advancement. Calendar can be change, but the micro and macro cosmos cycle always exactly appropriate. As the example, durian will be bear fruit when Sapi Gumarang (Taurus) in the east at dawn, and the DUKU will be in luxuriant at the time Gubuk Penceng (Crux) emerges in the east at twilight. Sobirin in that conference propose the idea to built city forest that can solve the drainage problem and cut back the effect of pollution. This idea can be realized by planting Flamboyan. It will blossom when Crux is in east at dawn. Of course, this kind of knowledge will help people in signaling the proper time to solve problems like pollution, agriculture or drainage in our country. Moreover, it will help very much for solving global warming in this world.
Third, the astronomy also be as medium of veneration for people in past time. Bambang Budi Utomo, an archeologist from Indonesia, explained that this kind of activity could be analyzed from the Zodiac Vase “MINTAQULBURUJ” that is used by Tenggerese People who live in Bromo Mountain slope for their sacred ceremony. In addition, the temples in Indonesia also have close interrelatedness with astronomy. Borobudur, the famous temple in Indonesia, based on prediction was built as the indicator that Polaris was invisible from Java and Polaris just is seen from horizon.
Fourth, the other contribution of astronomy for people is as the signal of changing season. In Indonesia, the altering season is not really significant since Indonesian has only two seasons, dry and rainy. If talking about Indonesia, the position of astronomy significantly if it relates to season and agricultural as the writer explained above. The Orion or Rasi Waluku is the signal of rainy season. But for other place that has more than two seasons, of course it needs a kind of preparation in order to face the next season. Here, the astronomy actually takes a big involvement. For example, before the winter comes, usually Capella appears almost exactly above our heads. When people see this constellation, they will prepare everything in order to commemorate the winter season. Afterwards, the Arcturus follows it as the hint of spring. When Vega emerges in, it means that the summer will come, because Vega with Altair (+0.8) from Aquila and Deneb (+1.2) from Cygnus constellation form the Summer Triangle. By recognizing such kind of stars constellation, people will be able to avoid some problems like provide more coal before the winter or build cabin for them in order to save from frozen. Stars seem offering a wish for people in special times.
Fifth, in sea world, astronomy is also used to recognize the appropriate time when anglers look for fish. It relates to the moon activity. When the moon is full, its gravitation will make the high tide in our sea, and of course, people will think that it is danger for them to look for fish. They most likely sailing when the sea has low tide. In full moon time, people in seashore assume it as the bad time because they cannot sell fish or other sea yield since they do not get much. If people want to think more to use the high tide event, it will also give them many advantages. Think about it, when the water comes up, it will recover the beach wider than usual. We can abuse the coral around the beach and build such kind of tourism
Sixth, the development of astronomy makes people hope for the new life. Just imagine that our own solar system consists of 9 planets. Our solar system is just a part of our galaxy “Milky Way” with billion stars and each star as the center of solar system. How many galaxies in this universe? How many possibilities have another life in other place? Maybe in a corner of this space? With the enormous people in this earth, people feel so worried. How will they live with this kind of crowd ness? We know that nowadays, it is difficult to find out the space. The dilapidation of forests as Oxygen producers have been replaced by the factories that produce the acid and Carbon dioxide. Now, as the result, the global warming gives us more problems. Obviously, what astronomy brings arise people optimism. We know that universe has no spatial boundary, but nevertheless maybe spatial finite. This theory means that actually we still have possibility to find another place in this universe that appropriate for us to live in. NASA Spacecraft Detects Buried Glaciers on Mars. Doesn’t it mean something? Though people do not know what it is exactly, but they begin to believe any possibility about another living hood.
Those astronomy’s contribution have risen up people excitement to learn and study more about astronomy, since they know that there is great expectation in it. What the writer elucidated above just a little contribution of astronomy. Of course, we all here need to explore deeper to know what the other expectation and promising hope between those magnificent universe and outer space (by MIFTACHUL HASANA, Sastra Inggris UM 2005).
Ps: sebuah essay yang mengantarkan penulisnya ke Paris, Prancis… The Great Expectation within Desperation.


Gunung Es Komunikasi

Gunung Es Komunikasi

Kita pasti pernah mengalami situasi dimana kita ”enak” bekerja sama dengan seseorang atau sekelompok orang dan sebaliknya juga ”tidak nyaman” bekerja dengan individu lain, tanpa kita tahu alasannya. Bahkan kita sering enggan untuk membahasnya, tetap memaksakan diri untuk bekerja sama, membiarkan gejala itu berlalu, tanpa berusaha untuk mengadakan pendekatan yang lebih dalam. Alhasil hubungan kerja, maupun hubungan sosial menjadi kering,”anyep”, padahal tidak diwarnai konflik yang nyata. Dalam situasi sosial seperti ini, kita pun akan merasa berat untuk menjalin kerja sama, kooperasi karena ”udara” diantara kita, tidak terbangun rasa saling percaya, respek satu sama lain, apalagi hal yang sering disebut ”brotherhood”, alias kekompakan, kesamarataan, dan kesamarasaan.Sebuah kelompok, baru berkekuatan sosial bila ada rasa saling percaya yang dalam,

dimana setiap individu merasakan manfaat dari identitas kelompoknya, memiliki pemahaman yang jelas mengenai masa depan, krisis dan kesulitan, karena adanya sasaran kelompok yang juga dimengerti anggota-anggotanya. Hanya dalam situasi beginilah, kinerja kelompok bisa di-”boost”, selain perubahan dan krisis bisa ditangani.


Gunung Es Proses Sosial
Materi dalam rapat-rapat dan hubungan managerial seperti presentasi, perencanaan, implementasi, metode, segala macam kalkulasi, peramalan dan estimasi adalah materi yang sangat tergantung pada kecerdasan individu. Ini semua kasat mata, bagaikan pucuk gunung es yang kelihatan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kita sering mengalami atau menemui sebuah kelompok kerja yang terdiri dari individu yang masing-masing cerdas, akrab, banyak bergurau satu sama lain, tetapi tidak bekerja optimal di dalam kelompoknya. Dalam hal ini terkesan bahwa proses kerja yang terlihat oke-oke saja, tetapi di bawah sadar ataupun di dalam hati, bagaikan dasar gunung es yang jauh lebih luas dari pucuknya, ada beberapa hal yang tidak pernah dicocokkan, seperti misalnya rasa percaya, nilai-nilai, persepsi serta perasaan. Padahal justru pada bagian bawah gunung es inilah terletak kekuatan yang maha besar.

Istilah ”incorporated” alias jalinan kooperasi yang disebut-sebut Robby Djohan dalam buku barunya ”Lead to Togetherness” mempunyai dasar-dasar yang sangat sederhana, yaitu jalinan rasa percaya dasn kebersamaan. Konon, diantara para pejabat tinggi negara pun sering terlihat gejala, dimana dalam rapat kebinet keputusan sudah disepakati bersama tetapi dalam implementasinya, koordinasi dan koopersai seolah sulit dijalankan. Tidak ada ”alignment”. Bisa kita bayangkan betapa ”human capital” yang dimiliki oleh suatu lembaga atau bahkan negara tersia-siakan bila tidak digarap menjadi ”social capital”.

”Bonding”, ”Bridging”, ”Linking”
Sebenarnya sebagai makhluk sosial, setiap individu diberi bakat untuk membina dan mengembangkan hubungan interpersonal yang intensife. Sayangnya dalam kegiatan bisnis, politik dan bernegara, hubungan interpersonal ini kemudian diletakkan pada prioritas yang rendah. Hubungan kerja, atau kerja sama dibiarkan berada dalam kedangkalan dan berhenti pada tingkat basa-basi, tidak tulus. Mungkin bukan karena dianggap tidak penting, namun disangaka bahwa akan berjalan dan berkembang dengan sendirinya. Padahal, betapa kita melihat bahwa banyak hal ”tidak jalan”, ”tidak terkomunikasiakan” atau ”tidak tersosialisasiakan” karena tidak terbinanya partisipasi, tanggung jawab bersama dan inisiatif dari masing-masing anggota kelompok. Dalam skala pemerintah, misalnya, kita juga menyaksikan betapa sulitnya pemerintah berbagi susah dan masalah dengan ”grassroot” dikarenakan tidak adanya ”bonding” antara pengambil keputusan kebijakan denagan ”orang kecil” yang tidak tahu apa-apa dan hanya menanggung dampak dari keputusan yang dibuat.

Dalam hubungan interpersonal, sebenarnya ”bonding”, ”bridging” dan ”linking”, dilakukan secara sehari-hari, tetapi tergantung frekuensi, fokus, niat dan ”awarness” pelakunya. Arisan keluarga, paguyuban, kekompakan dalam satu divisi, menandakan kapasitas individu untuk saling merangkul dan bersama-sama dalam kelompok yang relatif kecil. Namun tentunya kekompakan ini tidak boleh dibiarkan berhenti di tingkat ini saja, karena hasilnya hanya terbatas pada kinerja kelompok kecil ”Bonding” perlu dilanjutkan dengan upaya ”bridging”, dimana individu dan pemimpin berusaha untuk mengikatkan diri dengaqn individu atau kelompok yang justru berbeda pandangan, keahlian, generasi dan dari jejaring yang lain pula. Bahayanya jika bridging tidak dilakukan adalah ikatan kuat dalam kelompok kecil bisa-bisa menjadikan kelompok tidak percaya pada ’orang luar’, bahkan menutup diri dan tidak bersedia melakukan ”alignment” dengan kelompok lain. Berhubungan timbal balik dan belajar dari institusi dan negara lain, atau ”linking”, akan memudahkan kita mengakses sumber daya dan perubahan. Justru dengan menyambung keberbedaan baik pendapat, pandangan politik, antar-generasi dan sumberdaya, kita membangun modal sosial kita. Hanya dengan cara inilah kita bisa maju dan menyambar kesempatan yang lain.

Modal Sosial
Rasa ”suka”, simpati satu sama lain, pertemanan, kelancaran tukar menukar informasi serta kebersamaan dan solidaritas merupakan modal sosial yang justru sering baru terasa di saat-saat bekerja secara negatif, seperti timbulnya protes-protes dan demo-demo. Padahal solidaritas dan kooperasi perlu dimanfaatkan untuk memperkuat, memperbaiki kinerja, melawan krisis ataupun menghadapi perubahan dan masalah yang tak kunjung berhenti.
Eileen Rachman dan Sylvina Savitri(Expert Assesment Centre)


Wanita dalam Islam

Wanita dalam Islam
Umar bin Khathab pernah berkata, “Pada masa jahiliyah, wanita itu tak ada harganya bagi kami. Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa wanita itu sederajat dengan laki-laki.”
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah: 228)
Persamaan yang dimaksudkan oleh Islam ini meliputi segala aspek, termasuk masalah hak dan kewajiban.


Hal ini sangat dipahami oleh para wanita Islam dan oleh karenanya mereka pegang ajaran Islam dengan sangat kuat. Khadijah, Umu Habibah, Ummu Salamah dan Nusaibah binti Ka’ab adalah sebagian contoh dari para wanita tersebut.
Adapun peran wanita dalam rumah tangga tak kalah besarnya. Rasulullah mengatakan bahwa wanita adalah juga pemimpin di rumah dan ia akan dimintakan pertanggungjawaban atas perannya tersebut. Dalam sejarah para muslimah telah memainkan perannya dalam berbagai bidang; di medan jihad, di masjid dan juga di rumah. Namun dengan tetap menjaga akhlaq dan adab Islami. Ini dilakukan dengan tetap menjaga perannya yang utama yaitu mendidik anak, menjaga keluarga yang dibangun atas mawaddah dan rahmah, juga tetap menciptakan suasana tenang dan damai dalam rumah tangga.
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan sampai waktu. (Q.S. An-Nahl: 80)
Usaha Pembaratan
Manakala umat Islam tidak komitmen dengan agamanya, maka kondisi wanita juga akan terpuruk sebagaimana terpuruknya kondisi para lelaki. Jika kondisinya demikian, maka Barat yang ternyata lebih unggul dari kita akan kembali bersemangat untuk kembali menjajah dan merampas kekayaan kita. Perang pemikiran yang mereka lakukan adalah pembuka atas perang militer yang akan mereka lakukan. Hal ini telah terbukti dan berhasil mereka lakukan.
Bahkan ketika perang militer yang mereka lakukan menemukan kegagalan, maka pengaruh pemikiran mereka tetap bercokol, terutama di otak-otak pemikir dan cendekiawan kita. Salah seorang dari mereka pernah berkata, “Semakin dalam aku mengenal Eropa, maka semakin bertambah rasa cintaku padanya. Aku merasa bagian darinya. Dialah ideologiku yang aku perjuangkan sepanjang hidupku. Aku tak percaya Timur dan aku lebih percaya pada Barat.” (Salamah Musa ; Buku Kemarin dan Hari ini)
Ada lagi seorang dari mereka berkata, “Jalan menuju kebangkitan sudah sangat jelas, yaitu dengan cara kita menempuh jalan yang telah ditempuh bangsa Eropa. Lalu, agar kita dapat berubah seperti mereka, maka segala apa yang ada pada mereka harus kita ambil. Pahit, manis, kebaikan, keburukan dan termasuk hal-hal yang disukai juga yang dibenci (Toha Husein, masa depan pengetahuan di Mesir)
Wanita Eropa
Gerakan pembebasan wanita -sesuai dengan ediologi Barat- merupakan pintu masuk bagi pemikiran-pemikiran asing itu ke negeri kita. Belakangan, gerakan ini terasa sangat gencar dilakukan. Terutama saat isu globalisasi meruak. Juga pada saat Amerika dan Zionis berkuasa atas dunia ini tanpa ada yang mampu menyainginya.
Mereka memaksakan pemikiran ini pada bangsa-bangsa muslim. Berbagai cara mereka tempuh agar tujuan tercapai. Lembaga semisal PBB dipakai sebagai alat guna terwujudnya segala target-target mereka. Diselengarakanlah KTT-KTT yang mengangkat isu seputar masalah wanita.
Lalu keluarlah berbagai keputusan dan kesepakatan yang sesuai dengan keinginan mereka. Pada akhirnya berbagai keputusan ini dipaksakan agar diterima oleh semua anggota PBB dengan pengawasan ketat yang mereka lakukan. Selanjutnya, hal-hal ini menjadi senjata-senjata untuk menekan pemerintahan yang ada untuk mau merubah UU dan berbagai peraturan yang sesuai dengan keputusan-keputusan KTT tadi.
Hancurnya Keluarga
Masalah selanjutnya bukan lagi hanya seputar masalah wanita dan hak-hak mereka saja. Akan tetapi, menjadi meluas dan melebar meliputi bagaimana membangun rumah tangga seperti cara dan gaya yang sesuai dengan peradaban Barat. Berkembanglah pemikiran bahwa membina rumah tangga tak perlu lagi memperhatikan aturan dan nilai-nilai. Peran “ibu” tak lagi menjadi tugas wanita saja. Peranan itu sebenarnya adalah tanggung jawab masyarakat. Bahkan, peran itu dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki.
Sebenarnya, di Eropa pemikiran dan ideologi ini melahirkan banyak permasalahan. Sebagai contoh di Perancis tercatat 53 % anak-anak yang lahir tak memiliki bapak yang jelas. Di banyak negara Eropa semakin berkembang trend enggan mempunyai anak bahkan enggan untuk menikah. Hubungan laki-laki dan wanita sekadar hubungan seks bebas tanpa ada ikatan, tak ada aturan yang mengikat. Dan selanjutnya mereka menuntut agar dilegalkannya aborsi sebagai dampak langsung dari merebaknya budaya seks bebas.
Hal ini juga berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas dengan sangat tajam. Pada tahun 1998 tingkat kriminalitas di Amerika mencapai angka yang sangat fantastis. Tindakan perkosaan terjadi setiap 6 menit, penembakan terjadi setiap 41 detik, pembunuhan setiap 31 menit. Dana yang dikeluarkan untuk menanggulangi tindakan kejahatan saat itu mencapai 700 juta dolar per tahun (angka ini belum termasuk kejahatan Narkoba). Angka ini sama dengan pemasukan tahunan (income) 120 negara dunia ketiga.
Kejahatan atas wanita
Merebaknya kejahatan memberikan bahaya tersendiri buat para wanita di Eropa. Hingga PBB pada 17 Desember 1999 mengeluarkan keputusan bahwa tanggal 25 November merupakan hari anti kekerasan pada wanita.
Anehnya, para musuh Islam langsung saja menjadikan hal ini sebagai celah untuk menyerang Islam. Mereka mengatakan bahwa dalam Islam, wanita diperlakukan dengan amat kejam karena wanita boleh dipukul pada saat melakukan pembangkangan pada suami setelah segala cara telah ditempuh.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. An Nisa: 34)
Kita akui bahwa banyak para suami yang salah dalam menerapkan ayat di atas. Hal ini lahir karena lemahnya komitmen mereka pada Islam ditambah dengan kebodohan dalam memahami konsep Islam. Diperparah lagi dengan sikap wanita yang sudah sangat melampaui batas sehingga emosi sang suami tak tertahankan lagi. Bahkan keduanya dalam posisi tertekan karena sistem yang ada dan berlaku adalah sistem thagut sehingga kerusakan terjadi di mana-mana. Sebenarnya dalam konsep Islam terdapat solusi bagi permasalahan ini.
Ada banyak fakta dan data yang seharusnya diperhatikan oleh mereka yang terbuai dengan Barat. Di Eropa dan Amerika pada setiap 15 detik terjadi kekerasan atas wanita. Belum lagi jika ditambah dengan aksi pemerkosaan setiap harinya. Sehingga Amerika tercatat sebagai negara tertinggi dalam hal kekerasan terhadap wanita. Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada wanita terjadi di Amerika dan 20% di Inggris.
Belum lagi kejahatan perbudakan yang terjadi di Amerika, CNN pernah menyiarkan laporan bahwa pada tahun 2002 jutaan anak-anak dan wanita dijual belikan di Amerika setiap tahunnya. Lebih dari 120 ribu wanita berasal dari Eropa Timur dan beberapa negara miskin lainnya dikirim ke Eropa untuk dipekerjakan sebagai budak seks. Lalu lebih dari 15 ribu wanita yang mayoritas berasal dari Meksiko dijual ke Amerika untuk dipekerjakan di komplek-komplek pelacuran.
Bisnis haram ini bahkan merenggut kemerdekaan anak-anak di dunia, hingga Sidang Umum PBB pada pertemuan yang ke 54 mengeluarkan keputusan pada 25 Mei 2000 tentang hak anak. Sebuah keputusan yang mendesak agar dilakukan pencegahan agar tak lagi terjadi jual beli anak apalagi kemudian dipekerjakan sebagai budak seks seperti yang terdapat pada jaringan internet.
Konsep perlindungan anak dalam Islam
Memperhatikan apa yang terjadi di Barat, seharusnya membuat kita berfikir panjang jika ingin menempuh jalan yang telah ditempuh oleh Barat.
Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Q.S. An-Nisa: 27-28)
Mari kita berpegang teguh pada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Pandangan kita atas masalah ini adalah berlandaskan pada konsep agama kita yang hanif.
Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Maidah: 3)
Kita tahu bahwa wanita mendapatkan berbagai tekanan termasuk dirampasnya hak-hak mereka yang telah diberikan oleh Islam. Namun, jika kita berbicara mengenai problem ini, tentunya tak dapat dipisahkan dengan beberapa problematika lain yang ada.
Krisis pada hal ini tak dapat dilepaskan dari krisis besar yang dihadapi umat Islam. Sesungguhnya pemikiran akan adanya konflik antara laki-laki dan wanita adalah sebuah hal aneh dan tak akan ditemui dalam konsep Islam. Ini adalah produk impor dari masyarakat barat yang memang senang membuat konflik dan pertentangan dalam berbagai hal. Mereka melakukan penentangan pada agama, alam, juga atas segala hal.
Kita bahkan yakin bahwa problem yang dihadapi oleh wanita muslimah juga merupakan dampak dari apa yang terjadi di Barat. Baratlah penyebab dari segala hal yang terjadi di Palestina, mereka yang mendukung Israel dengan segala dukungan; materi dan persenjataan.
Dalam penjara Israel terdapat lebih dari delapan ribu tawanan. Mereka meninggalkan para istri, ibu dan anak-anak perempuan, bahkan di antara mereka terdapat sekitar 100 tawanan wanita. Mengapa Barat diam saja atas semua ini.
Di Palestina terdapat lebih dari 250 wanita yang telah menemui syahidnya, belum lagi para wanita yang menderita luka-luka pasca intifadhah.
Bukankah mereka juga punya hak yang harus dibela. Mengapa media Barat diam seribu bahasa atas hal ini, sementara mereka melakukan berbagai usaha dan upaya pada saat satu atau dua orang wartawati mereka tertawan di Irak atau di wilayah konflik lainnya.
Adapun tentang wanita di Irak, cukuplah bagi kita apa yang disampaikan oleh organisasi dunia pada 22 Februari 2005 yang mengatakan bahwa kondisi wanita Irak tak jauh berbeda dengan kondisi manakala mereka berada di bawah pemerintahan Sadam Husein.
Hal ini menjelaskan bahwa kemerdekaan dan kebebasan wanita seperti yang di gembar-gemborkan Amerika sama sekali tak menyentuh mereka. Bahkan kondisi mereka di bawah penjajahan Amerika jauh lebih buruk lagi. Mereka menerima perlakuan kasar, dianiaya, dilecehkan bahkan diperkosa.
Rasanya kita tak perlu lagi menceritakan apa yang dialami oleh para muslimah di Bosnia. Bagaimana mereka diperkosa dan disiksa oleh tentara Serbia Eropa di hadapan para tentara PBB, juga di hadapan dunia internasional.
Namun, meski dalam kondisi demikian, wanita muslimah akan tetap tegar. Melalui merekalah lahir para pejuang, para syuhada, juga para mujahidin. Wallahu A’lam. [Dr. Muhammad Mahdi Akif / eramuslim]
wanita dalam Islam